Saturday, March 31, 2007

Benarkah di Surga Ada Bidadari?

BENARKAH DI SURGA ADA “BIDADARI” ?

o l e h
IRFAN ANSHORY



DALAM Kitab Suci Al-Qur’an terdapat keterangan bahwa orang-orang beriman dan beramal kebajikan di surga kelak akan memperoleh "azwaajun muthahharah" (Al-Baqarah 25; Alu Imran 15; An-Nisa’ 57) atau "huurun `iin" (Ad-Dukhan 54; Ath-Thur 20; Al-Waqi`ah 22). Barangkali karena kebanyakan penafsir kita laki-laki, maka dalam tafsir-tafsir Al-Qur’an bahasa Indonesia "azwaajun muthahharah" sering diterjemahkan “istri-istri yang suci”. Mungkin karena terpengaruh dongeng nenek moyang bahwa Arjuna pernah menikah di swargaloka dengan bidadari atau Jaka Tarub mencuri selendang bidadari kayangan yang turun mandi, maka banyak penafsir Al-Qur’an yang menerjemahkan "huurun `iin" menjadi “bidadari”, termasuk ahli-ahli tafsir Al-Qur’an dan Terjemahnya dari Departemen Agama Republik Indonesia.

Terjemahan yang berbau diskriminasi gender ini perlu segera mengalami reformasi, sebab dalam bahasa Arab istilah "azwaaj" (plural dari "zawj") tidak selalu harus berarti “istri”, melainkan dapat juga berarti “suami” atau “pasangan” atau “kelompok”, tergantung dari konteks masalahnya. Ada 70 ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata "zawj" atau "azwaaj" dengan segala derivasinya. Pada 41 ayat istilah itu berarti “pasangan”, pada 22 ayat berarti “istri”, pada 3 ayat berarti “suami”, dan pada 4 ayat berarti “kelompok”.

Kata "zawj" atau derivasinya harus kita terjemahkan “pasangan” dalam Al-Baqarah 25, 102; Alu Imran 15; An-Nisa’ 1, 57; Al-An`am 143; At-Taubah 24, Hud 40; Ar-Ra`d 3, 23; An-Nahl 72; Thaha 53; Al-Hajj 5; Al-Mu’minun 6, 27; An-Nur 6; Al-Furqan 74; Asy-Syu`ara’ 7; Ar-Rum 21; Luqman 10; Fathir 11; Yasin 36, 56; Ash-Shaffat 22; Az-Zumar 6; Al-Mu’min 8; Asy-Syura 11, 50; Az-Zukhruf 12, 70; Ad-Dukhan 54; Qaf 7; Adz-Dzariyat 49; Ath-Thur 20; An-Najm 45; Ar-Rahman 52; At-Taghabun 14; Al-Ma`arij 30; Al-Qiyamah 39; An-Naba’ 8, dan At-Takwir 7. Dalam ayat-ayat di atas, kata "zawj" atau derivasinya berarti pasangan suami-istri atau pasangan yang tidak ada hubungannya dengan manusia.

Kata "zawj" atau derivasinya kita terjemahkan “istri” hanya dalam Al-Baqarah 35, 234, 240; An-Nisa’ 12, 20; Al-An`am 139; Al-A`raf 19; Ar-Ra`d 38; Thaha 117; Al-Anbiya’ 90; Asy-Syu`ara’ 166; Al-Ahzab 4, 6, 28, 37, 50, 53, 59; Al-Mumtahanah 11, dan At-Tahrim 1, 3, 5. Ada tiga ayat di mana "zawj" atau derivasinya justru harus kita terjemahkan “suami”, yaitu Al-Baqarah 230, 232, dan Al-Mujadilah 1. Akhirnya, ada empat ayat yang menggunakan "zawj" atau derivasinya dalam arti “kelompok atau jenis” yang tidak ada hubungannya dengan gender, yaitu Al-Hijr 88, Thaha 131, Shad 58, dan Al-Waqi`ah 7.

Adapun kata "huur", yang sering diterjemahkan sebagai “bidadari”, berasal dari tiga huruf dasar ha-waw-ra yang berarti “teman setia”. Istilah ini berlaku baik bagi pria maupun wanita, dan sama sekali tidak merujuk kepada gender tertentu, apalagi dengan konsep “bidadari” yang berasal dari pemikiran pra-Islam. Dari akar kata ha-waw-ra, muncul "huur", "hawariy" atau "huwaar", yang semuanya berarti “teman setia”, mungkin laki-laki dan mungkin juga perempuan. Teman-teman setia Nabi Isa Al-Masih a.s. disebut para hawariy (hawariyyuun) dalam Alu Imran 52, Al-Ma’idah 112 dan Ash-Shaff 14. Para hawariy ini berjumlah 12 orang dan semuanya laki-laki, tidak seorang pun yang perempuan! Derivasi lain dari akar kata ha-waw-ra adalah "yuhaawiru" (“bercakap dengan teman”) pada Al-Kahf 34, serta "tahaawura" (“berdiskusi dengan teman”) pada Al-Mujadilah 1. Jelas sekali bahwa sangat gegabah menerjemahkan huur menjadi “bidadari”, seolah-olah surga itu hanya untuk laki-laki!

Oleh karena menurut An-Nisa’ 124, An-Nahl 97 dan Al-Mu’min 40, kenikmatan surga akan diberikan kepada laki-laki dan perempuan yang beriman dan beramal kebajikan, maka "azwaajun muthahharah" dalam Al-Baqarah 25, Alu Imran 15 dan An-Nisa’ 57 harus kita terjemahkan “pasangan-pasangan yang suci”, dan sama sekali bukan “istri-istri yang suci”. Terjemahan dari "wa zawwajnaahum bi huurin `iin" dalam Ad-Dukhan 54 dan Ath-Thur 20 bukanlah “Dan Kami berikan kepada mereka bidadari” seperti dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya dari Departemen Agama, melainkan “Dan Kami pasangkan mereka dengan teman setia.”

Kemudian perlu kita hayati bahwa segala kenikmatan surga yang diuraikan Allah SWT dalam Al-Qur’an jangan kita fahami secara harfiah, sehingga kita menyamakannya dengan berbagai kenikmatan yang kita alami di dunia fana sekarang. Dan sudah tentu sangat naif jika azwaaj (“pasangan-pasangan”) atau huur (“teman setia”) dibayangkan sebagai sesuatu yang sensual dan dihubung-hubungkan dengan birahi duniawi. Kenikmatan surga merupakan sesuatu yang ghaib. Tidak ada lagi nafsu birahi duniawi di akhirat nanti! Kita hanya wajib mengimani adanya kenikmatan surga itu sebagai ganjaran dari iman dan amal kebajikan manusia, tanpa harus memikirkan wujud dan bentuknya.

Istilah yang banyak dipakai dalam Al-Qur’an untuk menyebutkan “surga” adalah "jannah" (pluralnya "jannaat"), yang secara harfiah berarti “taman” dan disebutkan 135 kali. Ada 11 ayat yang menyebutkan "jannaatu `adn" (dalam bahasa Inggris: "Gardens of Eden") atau “Taman Kebahagiaan”, yaitu At-Taubah 72, Ar-Ra`d 23, An-Nahl 31, Al-Kahf 31, Maryam 61, Thaha 76, Fathir 33, Shad 50, Al-Mu’min 8, Ash-Shaff 12, dan Al-Bayyinah 8. Juga istilah "firdaus" (diinggriskan menjadi "paradise") dipakai dua kali, yaitu dalam Al-Kahf 107 dan Al-Mu’minun 11. Hakikat kenikmatan jannah atau firdaus yang sesungguhnya tentu tidak dapat dijangkau oleh bahasa manusia.

Berbagai deskripsi Allah SWT dalam Al-Qur’an tentang kenikmatan surga berupa pasangan atau teman setia, buah-buahan dan minuman lezat, emas dan sutera, divan dan permadani, piala dan gelas kristal, naungan dan kesejukan, susu dan madu, dan sebagainya, semuanya itu hanyalah perumpamaan (matsal, parable), sebagaimana ditegaskan dalam Ar-Ra`d 35 dan Muhammad 15. Firman Allah SWT dalam Ar-Ra`d 35: “Perumpamaan surga yang dijanjikan bagi orang-orang taqwa adalah mengalir dari bawahnya sungai-sungai. Buah-buahannya terus-menerus, begitu pula naungannya”.

“Sungai-sungai mengalir” adalah ungkapan karunia Allah yang tiada putus-putusnya, sedangkan “buah-buahan” merupakan ungkapan dari kenikmatan hakiki. Para penghuni surga akan berada di bawah “naungan” (zhill atau pluralnya zhilaal) berupa perlindungan Ilahi, dan sama sekali bukanlah naungan dari terik matahari, sebab di surga tidak ada matahari! “Tidaklah mereka merasakan di dalamnya matahari dan tidak pula dingin mencekam”, demikian firman Allah dalam Al-Insan 13. Segala perumpamaan dalam Al-Qur’an bertujuan agar kita dapat membayangkan kenikmatan surga menurut kemampuan kita, padahal sesungguhnya jauh lebih indah dari segala perumpamaan itu.

Yang perlu kita perhatikan adalah firman Allah SWT dalam At-Taubah 72: “Dan Allah menjanjikan orang-orang beriman laki-laki dan perempuan taman-taman surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dan tempat-tempat kediaman yang indah di Taman Eden. Dan keridhaan dari Allah lebih besar! Itulah kemenangan yang agung”. Meskipun kenikmatan surga tidaklah terperi besarnya, ternyata ada kenikmatan yang lebih besar dari surga, yaitu keridhaan Allah. Seharusnya kita berbuat kebajikan di dunia ini bukanlah untuk mengharapkan surga semata-mata, apalagi untuk mencari muka atau balas jasa dari sesama manusia. Orientasi aktivitas orang-orang beriman adalah mardhaatil-Laah (keridhaan Ilahi), sebagaimana tercantum dalam Al-Baqarah 207. Hubungan mereka dengan Allah sudah menginjak hubungan cinta (hubb) yang dinyatakan dalam Al-Ma’idah 54: yuhibbuhum wa yuhibbuunah (“Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai Dia”).

Mereka inilah orang-orang taqwa yang sejati, yang karakteristiknya dijelaskan oleh Al-Lail 18-21: “orang yang memberikan apa yang ada padanya untuk membersihkan diri, dan tidak seorang pun di sekitarnya yang dia harapkan nikmat balas-budi, melainkan semata-mata mencari Wajah Tuhannya Yang Maha Tinggi, dan kelak benar-benar Dia meridhai”. Mudah-mudahan kita tergolong ke dalam kelompok ini, yang pada Hari Perhitungan (yaum al-hisab) kelak akan diseru oleh Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Al-Fajr 27-30 dalam kalimat indah yang memakai kata-kata berstruktur feminin: “Wahai pribadi yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam kelompok para hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku”.***

Harti kecap "Sunda"

NAON HARTINA KECAP "SUNDA" TEH?

ku
IRFAN ANSHORY



Di Masjid Nabawi, Madinah, dinten Salasa ping 11 Juli 2006, simkuring papanggih sareng rombongan anu ngaranggo atribut “SUNDA PILGRIMS, PUNJAB”. Simkuring mani buncelik, geuningan ngaran SUNDA dianggo ku urang Pakistan! Ngahaja simkuring nyampeurkeun tuluy ngobrol sareng éta urang-urang “Sunda” bari ngantosan adan isya’.

Numutkeun katerangan maranéhna, Sunda téh sihoréng ngaran dayeuh leutik nu anggangna 250 km tina Lahore ka palih kidul. “What is the meaning of SUNDA according to your language?” taros simkuring. Aya nu némbalan, “It is an old Sanskrit word, means BRIGHT.

Tah, panginten kecap Sunda anu janten nami sélér urang téh saleresna mah tina basa Sangsekerta, anu hartina “hérang” atanapi “caang”, sanajan aya ogé pamadegan yén Sunda téh tina kecap çuddha (“bodas”) atanapi sonda (“sugema”). Mugi ieu informasi aya mangpaatna.***

Kumpulan Adi-Adi Lampung

KUMPULAN ADI-ADI LAMPUNG

dihimpun oleh
Drs. H. Irfan Anshory (Batin Kesuma Ningrat)

Penyimbang Pekon Sukabanjar, Gunung Alip,
Kabupaten Tanggamus


ADI-ADI PEMBUKA CAWA

Tabik pun nabik tabik, sikindua na ganta
Haga bubalah cutik, lain hak semberana
Mula kususun kicik, sejar guai kekira
Terhadap di sai ramik, perwatin sai mulia

Ki ram ji lana hurik, semapu di pengrasa
Sekali tungga bangik, sekali tungga lara
Agama ngayun betik, delom segala rupa
Sai haram dang tikanik, neraka radu nangga

Hambor titiran ulung, cakak mahligai kaca
Turun di tanoh lampung, hinggop datas bendira
Wai tehili jak gunung, haga nuju humara
Kabarni disan burung, wat nuri pandai cawa



ADI-ADI MERDIKA

Pitu belas agustus, di tahun empat lima
Rani jumahat kudus, tanggal siwa puasa
Ripulusi meletus, indonesia merdika

Badik pedang tihunus, rakyat bila negara
Gegoh banjir rik arus, semangat bangsa kita
Musti hancur rik angus, sapa ngehalangi ya

Ripulusi ram terus, jak aceh mit papua
Dengan niat sai tulus, berjuang gagah nana
Rantai penjajah putus, jak bumi nusantara



ADI-ADI TETEDUHAN

Batangni tihang agung, bulungni kipas cina
Buahni penabuh gung, tikanik bangik nana

Lapahni injing-injing, gegoh burung senggerak
Ratong haga ngemaling, jak jaoh tapok nyurak

Kap rik waw tanoh mekah, ratong mit tanoh lampung
Sai gugor jadi metah, sai hambor jadi burung

(Jawabni: gedang, agas, kuau)



ADI-ADI JINAKA

Cawakon pai di muli, ki debi dang pepidor
Tengliakku ji nyali, gelong gual bang hambor

Gelong gual bang hambor, kambing lapah ngenjala
Injuk hampulak tabor, kucing budagang iwa

Kucing budagang iwa, sai nyepok sai ngeliak
Ampai munih nyak tungga, memok ngelajar mincak

Memok ngelajar mincak, wat nyenyik mampam suling
Abai-abaikon pai nyak, cawa balang reranting

Kuliak guling-gantang, liman dibunuh tungu
Kemincak nabuh gindang, tupai ngudud serutu

Kudengi ngenggarapak, lemaung kuruk bubu
Rungkak beringin balak, disenggayari tungu



ADI-ADI SANAK HARUK

Dengi pai nyak bubagai, jama ahli puwari
Kenyin jejama pandai, riwayat sai kubiti

Riwayat sai kubiti, hurik delom dunia
Diandan ahli wari, beduwa sapa haga

Beduwa sapa haga, tukang kanik mi ngingi
Sanak haruk sengsara, selalu nedos hati

Selalu nedos hati, sedihni mak kehingga
Mit di sai purarepi, mak ngedok sai ngiman ya

Mak ngedok sai ngiman ya, sakik bagimu badan
Sedong jak hulun tuha, mak ngedok peninggalan

Mak ngedok peninggalan, jama diriku sinji
Diandankon kemaman, debi pagi kusuwi

Debi pagi kusuwi, kenyin dang kemarahan
Kapan kuk debi-debi, duwai ngusung lasuhan

Duwai ngusung lasuhan, mulang tongkop di gerih
Sesampaiku di lamban, nyak dikayunkon malih

Nyak dikayonkon malih, haga dipa mak nantu
Lah lawi matti sedih, nasib nimpa diriku



ADI-ADI PEKON

Yu kidah kuta dalom, dedohni gisting raya
Kinandi diri liom, segala serba tuna

Kiri-kananni runtan, pangkalan banjar negeri
Najin nyak ngiri nganan, pagun diku ulangni

Yu kidah punjung batu, ranglaya mit wai berak
Nyak gaoh tiram diku, niku mak tiram di nyak

Madrasah suka raja, ngenjuyukon boloran
Jejama ngandan cinta, kekalau kedoloran

Yu kidah kedaloman, wat surau di duwara
Kekalau kedoloran, terkabul cita-cita

Kedaloman mak jaoh, ana lalat duwara
Sakikni tiram jaoh, miwang mak dapok tungga

Yu kidah suka banjar, sabah tisanik pekon
Repa hati mak sasar, sai ngandan diku lamon

Suka banjar pekon ram, talang padang pos kawat
Ki nyak yu santor tiram, ki niku halok mawat

Yu kidah negeri batin, dedohni suka banjar
Kutilik angin balin, mula kupupun layar

Yu kidah pariaman, mak lalat kantu kuta
Halok nyak lebon iman, ki niku mutus cinta

Yu kidah suka bumi, dedohni kejayaan
Najin ram sumang bumi, taok mata di bulan

Yu kidah banding agung, ranglaya simpang telu
Niku do sai kupegung, kekalau judu temu

Talang padang pekon doh, pasarni suka rami
Sai ngeba angon lesoh, niku sai betik hati

Suka bandung di pugung, lamban ruwa jadi sai
Anggop haga pubandung, mak ganta jemoh sawai

Pekon suka merindu, dunggakni tanjung heran
Niku bakal juduku, radu ditulis tuhan




ADI-ADI SESIMBATAN (MERANAI & MULI)

Api ki laok angkat, nyimbin iwani kodo
Api ki ram mumpakat, dapok kirani kodo
Ki lagi laok angkat, iwa nyimbin di heni
Abang ngajak mumpakat, haga mumpakat api


Najin nyak ngiri nganan, niku panjak di mata
Abang numpang burasan, api niku nerima
Dang diliwih mi ngingi, mi handop delom tingkat
Dang diliwih nyak lawi, anak ngura melarat


Kipas mas kipas pulas, kipas bulung tembaku
Seratus lima belas, acak sai sappi niku
Bela-bela pai pilih, dang mudah ga tikena
Dunia lagi tangih, tanjor mak aru mena


Kuperihkon mak perih, pagun ulang di jambu
Kubarihkon mak barih, pagun ulang di niku
Cawakon pai di makmu, dang pilihmu tenggalan
Najin judu ram hamu, ki mak ranggom di tian


Hulun tuhaku rila, sapa juga pilihku
Mawat ya haga tuna, tinggal nunggu cawamu
Ngerang kumbang di juyu, sebatin rajabasa
Kudengi pai sumpahmu, kenyin hati mak riwa


Kusansat nyapang jimat, mati tulahan payu
Kusansat mak selamat, ki mak bandung di niku
Kapal nuju betawi, ditiup angin barat
Keni nyak tanda jadi, ki abang temon nyansat


Ajo sinjang rik kebat, tanda rasan ram jadi
Kekalau ram selamat, delom neguhkon janji
Ngakan lampu di panggar, puteri ngaji yasin
Pematang jadi datar, ki pilihmu dibalin


Midor-midor mit maja, tudung bulung keluwih
Pitu tahun mak tungga, mawat nyak balin pilih
Api kabar di mekah, ki ratong bulan haji
Pitu tahun kupenah, asal dang mungkir janji


Ki radu rena hamu, dang lagi tirerubah
Nyak nutuk niku payu, niku nutuk nyak lapah
Kantu payu abangku, bismillahi majreha
Ganta nyak nutuk niku, serah badan rik nyawa





ADI-ADI HARAP

Merun di tungku dugan, paroman batang punti
Hasokni dang kesiwan, bubaya dang ki mati

Kayu di tengah laok, ngembulungkon perada
Kucekau ya mak dapok, kutatap luhku bela

Sanak rabai di kibau, cakak di randu mali
Nyak asa di wai rilau, robok mak kupandayi

Dang ditebang ketapang, lidak-lidungmu mandi
Dang dinum wai di kubang, sai diancam batangari

Bukipas budadangin, mandi di kulam rilau
Muluk wai nyindang angin, tangih kidang kekalau

Wai sipa kuinum jemoh, alam kutinding sawai
Kubedak kisir jaoh, keliang cambor di wai

Wai awi wai centigi, wai biah sabah tengah
Kelapa lagi nyigi, dapok kodo tipenah

Sukapadang wai hurang, putih tanjung betuah
Jejama ngandan kumbang, kekalau jadi buah

Radu kuselom risok, lubuk di biding huma
Jadi wai jadi hasok, jadi imbun jejama

Pak bimbang pak ngahalang, pak ngayun pak mak ngeni
Kantu wat pampang malang, burung numpang budandi

Nyak rabai disimbur wai, kantu mak temon mandi
Cambai gugur setangkai, jerejak sanding huwi

Mawat hakni sengaji, ki ngangonkon di bangsa
Mas urai delom peti, banjar selaka ngura

Jukung ratong jak pulau, ngusung kelapa muda
Pati campur begarau, selindang mak burinda

Betikni andang-andang, nyenggayar di sekundi
Humbak nyerapung tihang, mak mundur kulayani

Kantu wat ngehalinak, kumbang hadani tiung
Pelita kurang minyak, mati ki mak ditulung



ADI-ADI TUNGGA

Bugurau lalang waya, najin sungkan tibidi
Kekuwan ram putungga, halok jemoh mak lagi

Bulimau-limau pai do, di wai olok kedundung
Bugurau-gurau pai do, kekuwan ram pubandung

Bela cambai bugegos, gambir bubata-bata
Ram bandung puhahewos, ralang nihan putungga

Betik iringni kitik, haga kuruk duwara
Injuk nginum wai cutik, putungga pinsan kala

Matti bangik cempaka, kumbang mak pandai layu
Matti bangik putungga, puliak gaoh radu

Asing kelomni bingi, wewah ki timbul bulan
Asing sedihni hati, hanjak putungga pinsan

Matti bangik dang asom, halok kucakkon gula
Matti bangik dang liom, halok nyak ratong juga

Induh mesak induk mak, mangga dibah tambiyu
Induh ratong induh mak, ki mak ngingokkon niku

Saka mak tungga dindai, induh ki tahun mena
Asing gelak-gemulai, niku mak pandai lupa

Lah lawi hiwang lawi, batui mak pandai bela
Gincing kanan di bumi, niku santor tabinta

Mak pandai bela-bela, awi rijakni resi
Mak pandai lupa-lupa, niku sai betik hati

Mandi di wai maringgai, timbuk bokor selaka
Kutuliskon di tanggai, saking mak dapok lupa

Matti bangik dang lioh, hatokni lawangkuri
Matti bangik dang jaoh, putungga debi pagi

Najin rukukni bela, apuini dang ki padom
Najin ram ralang tungga, dang rubah hati delom

Ganta nyanik titian, pakai nyemberang kali
Ganta nyanik bitian, mak ganta kapan lagi



ADI-ADI RASAN

Mawat kubuang jala, ki mak iwani lamon
Mawat kubuka cawa, ki mak cawa setemon

Cakak di kapal siyom, bulayar mit betawi
Kinandi diri liyom, nenggarah matarani

Kinandi gila ading, siri nihan do hati
Ki tidacing nyak miring, huwok di hujung tapi

Nyak nyomor di kaponggor, kayu tenuar nambi
Nyak nyomor niku pintor, pandai sekula ngaji

Asing lamonni kasai, mak liyu kasai batu
Asing lamonni indai, mak liyu kantu niku

Kudengi nyirih-sirih, wai di kendali pekon
Najin wat indai barih, di niku nyak sai demon

Batangari wai tebu, banjir keliwat harus
Taki pandaiku diku, cinta mak pandai putus

Haga nyak nanom kupi, ki dikeni dunia
Haga nyak mit di kuti, ki dikeni ranglaya

Segalani kusansat, sanajin labung batu
Di niku rang bupukat, ngeradukon tinemu

Wai lunik jak pematang, pancuran bulung randu
Nyak sakik kalau senang, ki pubandung di niku

Kantu niku mit duwai, tenggarah batang jambu
Kantu niku mak pandai, mak judu kantu niku

Cakak nyak mit pematang, ngibarkon kain handak
Ki judu wallah alam, ki niat mak dapok mak

Mengkudu ki ya kayu, cempaka ki ya ngumbang
Judu ram ki ya laju, bitian ki ram lipang

Semampuk jukuk juyu, maju-majuni sanak
Lambat yu ringkas payu, nutuk pilihmu ki nyak

Kutulis malam kemis, radu di rani sabtu
Cawaku radu habis, tinggal nunggu jak niku



ADI-ADI TIRAM

Bayang-bayangmu kundang, ratong di tengah bingi
Minjak diguyang hiwang, niku delom hanipi

Luah nyak mit tangebah, mejong di lambung batu
Nenggarah bulan wewah, tabinta munih niku

Kutenggarah di bulan, rindu mendayu-dayu
Kidang pagun mak pampan, ulih lain pudakmu

Haku wewah bang kelom, bulan tanggal sehari
Haku lupa ki pedom, bang tungga di hanipi

Payah nyak hani langgam, nimba laok sebuku
Payah nyak ngandan tiram, bangik ki riya niku

Cakak jan nimpat lesung, sanak lapah sekula
Tekacai sai kupegung, kapan niku tabinta

Kelapa di duwara, tanohni haga tejuh
Kapan niku tabinta, badanku lemoh lumpuh

Betik susunni piring, sudu delom pengantak
Badan kurasa maring, ki niku mak kuliak

Punyanamu mak gindam, wai di lambung talos
Punyanamu mak tiram, kinandi payah nedos

Mesak manggamu kodo, diperom dibah jami
Gegoh nyak niku kodo, tiram dawah dabingi

Kudengi nyiram-siram, labung di tengah laok
Lain ki nyak mak tiram, haga tungga mak dapok

Kapan kuk debi-debi, nyak nangguh sakik hulu
Kidang mawat sekali, budiku tiram diku

Wailima padasuka, kedundung kububatu
Kubabangkon di sapa, ki nyak tiram di niku

Dulik-dulik di ranjang, bubantal bukelambu
Minjak munih nyak miwang, rasa diguyang niku

Relomni wai kuselom, pagun mak tungga batu
Relom bingi mak pedom, santor tabinta diku



ADI-ADI SARIH

Kawai handak juga nyak, mak kupabalin-balin
Sarih diku juga nyak, mak kupamain-main

Matti herum melati, mak gegoh di cempaka
Debingi kuhanipi, dawah disepok mata

Keris ruwa nyak kodo, midor di pasar banton
Hilang nyawa nyak kodo, ampai dipangka temon

Wai jelai jambat ampai, ranglaya padang ratu
Kageringan ram ampai, kekalau jadi judu

Haga nyak mandi di mas, selom selonsor dinton
Niku penyambung napas, nyak ngeradukon angon

Mak dapok menok laok, tabinta di tanjungan
Nimpat jan kuruk rangok, niku guai gantungan

Najin hujan dang labung, kemarau dang ki panas
Nyak nutuk dang diusung, nyak tepik dang ki tikas

Mejong-mejong di jambat, nunggu hulun teliyu
Sapa liwat kusambat, nyak ngulih-ulih niku

Mustahil ya mak banjir, ki rani labung dunggak
Mustahil nyak mak watir, ki niku watir di nyak

Mandi di kulam yaman, sehari bulan haji
Payah netopkon iman, niku pengguda hati

Mak barih kantu paku, jukuk di tengah sabah
Mak barih kantu niku, sungi angon mak rubah

Pelok awimu pelok, pelok panjang selawi
Niku kubekom redok, sanajin guncang bumi

Kuliak niku medoh, hilokmu paku layu
Repa wai disop tanoh, kageringku di niku

Nanom rampai biding wai, tuoh di gelir batu
Repa sirokni rantai, riya nyak jama niku

Asing wewahni bulan, mak liyu matarani
Niku juragan lamban, mak niku sapa lagi



ADI-ADI LAYAU

Jak lunik sinjang lilik, balak sinjang serilang
Jak lunik ngandan sakik, balak mak nungga senang

Ngelagok nyak di punai, punai rindu di kawat
Nyak hanyuk lain di wai, sai ngandan diri mawat

Sinjang kebatku mawat, sinjang sarungmu lamon
Sai ngandan diri mawat, sai demon diku lamon

Dang miwang niku maju, kantu bubar mak pangan
Sai demu radu nantu, sai di nyak wallah alam

Kudengi nyak wai nyak wai, hani sai ketutungan
Nyak harap kilu tawai, hurikku ji tanggungan

Yu kidah sarat urut, belimbing di pangkalan
Ki hati tipadurut, api lajuni badan

Ngejintuk benang kusuk, benang panjang selawi
Nungah lelakun binuk, temang mak bangik lagi

Ibarat wai di gelas, panjak kidang mak nyata
Gering kubatok bibas, rabai kantu kentara

Ngenggulai tangkil sigi, mak munih bukelapa
Sakik seribu rinci, lelakunku ji ganta

Mit duwai pancur langok, mulang mandi di imbun
Luh bela badan langok, ngembabiti lelakun

Legundi laok sepi, pengintaianni bajau
Ki reji juga hati, angon-angonku layau

Gumuruh delom sangkar, manuk lebon kelabai
Ngeliak bulan tetar, badan hancur jadi wai

Pisang mesak di juyu, bela dikanik tupai
Miwang nyak radu leju, gantung galah nyak rabai

Ngedentum lain humbak, kelapa gugor kering
Lain tutukan ki nyak, perahu gincing miring

Tawai pai nyak pastakun, ilmu bawanku mati
Mak guna nyak disantun, ki napasku mak lagi



ADI-ADI HIWANG

Sakikni diri miskin, selalu mandi di luh
Di dunia tesimbin, hulun mak ngedok teduh

Mit duwai tongkok lihai, mulang tongkok semambu
Niku lalang ngelahai, nyak miwang nampon dagu

Kipak riya dang riya, retak ngelilik jagung
Kipak riya dang riya, dang pungah ga telangsung

Sekapanni pangiran, jendilani selaka
Lain niku mak kuiman, mak kelanggar di bangsa

Tanjor wai kurarobok, niku mak temon mandi
Tanjor rusia dapok, mak temon dilayani

Ana bintang tejurai, di juyu rajabasa
Muluk lindung delom wai, mustahil cawamu na

Kuteduh kumbang hara, kirani bunga tebu
Kuteduh temon cinta, kirani ngampalaju

Lampu lin lampu lilin, selubung damar kaca
Najin haga dibalin, dang dibuang tegah ga

Daikin dipudacing, perahu bawan minyak
Daikin dipusahing, radu nantu kalah nyak

Daikin nyebak pisang, kantu mak mansa gula
Daikin nyak diladang, ki bakal riwa-riwa

Wai rilau niyau-tiyau, pangkalan pancur minyak
Nyak layau dipulayau, niku ngampalaju nyak

Lain kusuk jak uncuk, kantu kusuk jak batang
Lain nyak kurang bentuk, kidang niku mak sayang

Haku ji niku nyomor, bang kirani mak haga
Haku niku sebenor, bang kira nipu daya

Serisokni kupelok, sekejungni pembuyu
Serisokni kupenok, selayauni hatiku

Jak ipa haga dipa, jak tandang haga mulang
Kayu nebak ranglaya, umbankon ya ki nyadang



ADI-ADI LIPANG

Tepik pai niku lamban, nyak haga lapah jaoh
Ki wat bagian badan, kekalau balik muloh

Kita pulipang jaoh, pulipang sumang bumi
Pisah badan ram gaoh, mak pisah ki di hati

Dang ducakkon mi lagi, bitah tirahmu mengan
Nyak lapah purarepi, induh dipa harungan

Injuk mak haga lipang, pakat kita sai radu
Ganta ji nyak dibuang, alhamdulillah payu

Gegoh mutuskon nyawa, pulipang jama niku
Gedahni tuhan kaya, judu ram mawat temu

Dang disusul ki tegi, panasni giang-giang
Mawat nyak sampai reji, ki niku temon sayang

Api lajuku betoh, seminggu nyak mak mengan
Api lajuku jemoh, pudadayu tenggalan

Ki ngitung bangikni bung, haga dang jadi awi
Ki ngitung bangik bandung, haga dang lipang lagi

Hamu lepang bang gedang, hantimun belah pitu
Hamu lipang haku dang, nyak pagun sarih diku

Semakkungni wai rawang, nyak mena hila-hilu
Semakkungni ram lipang, nyak mena pudadayu

Cadang ladingku cadang, kupepatkon di perih
Cadang hatiku cadang, andahmu mak ki barih

Pahik kinandi pahik, nganik bulung paria
Sakik kinandi sakik, lipang jak kundang saka

Lah lawi matti helom, lelubi ampai mesak
Lah lawi matti nalom, niku ngampalaju nyak

Lah lawi matti lunik, nyapai bulungni ranji
Lah lawi matti sakik, pulipang lain mati

Lah lawi kapan lagi, kapal labuh di suwoh
Lah lawi kapan lagi, kita pubandung muloh




Pagun haga Adi-Adi?

Kupancas bulung talos, luah wai jadi minyak
Suratku mak dibalos, api sunyamu di nyak

Buhuma lain ngebun, kayuni pulalunggu
Bela bulan rik tahun, ngetatunggu cawamu

Kudengi nyak mit nyak mit, ulangni nyak mit hamu
Ranting dililik bait, nyak tilenau andahmu

Kapan lagi mak mandi, wai kulam di tangebah
Kapan lagi mak jadi, cawa sipa dipenah

Ki bakal ngampalaju, acak ikin jak ganta
Nyak mawat haga hamu, kenyin nyak bukekira

Tandang kecambai lanak, sai kuning mak ngehalu
Dang niku rabai di nyak, nyak rabai kantu diku

Nyak magoh lain nyuwoh, nyak siri nagu niku
Kantu pilih mak gegoh, mula nyak pagun nyemu

Jumahat ganta kodo, mula rani penglabung
Disaratkon nyak kodo, mula angonku langsung

Haga repa cawaku, ki cina ratong nagih
Haga repa lajuku, ki niku balin pilih

Pas-pus jalan terus, mak minok di ranglaya
Hatiku radu harus, haga lapah semanda

Najin nyam lagunkon pai, kayu dunggak pematang
Najin ram hulunkon pai, ki hati parda senang

Yu kidah kumbut lepun, tipakai tegi rani
Temadan diakuk hulun, acak mulang muwari

Awas-awas seluang, ganta barak ngenjala
Awas-awas sai nunang, ganta barak sesera

Mula nyak segok di umbul, di pekon lamon beji
Seribu umat kumpul, badan mak kena cari

Kati sungkanku duma, nyak rabai kantu panas
Lelakunku ji ganta, nganik runtan semawas

Lain ki saking bangik, nyak ji bulamban mena
Kidang reji ki sakik, mak riya kindo repa

Tak-gertak gernang-gernang, pangkalan raja mandi
Nyak mena nyecar rangrang, bubedak dang ki beni

Hana-hanani tohot, kayu di biding huma
Hana-hanani lohot, seingok’an dang lupa

Ki niku tiram di nyak, tontong iringni bulan
Di matarani minjak, diya sungini badan

Sikop bukawai handak, meranai tejang tanggai
Dang ditumpakkon di nyak, mit kiri-kananku pai

Riah-riuh di lebuh, sanak main biula
Karai penunggu tiuh, ya nihan pusikam na

Selamat tinggal puwari, nyak haga lapah perang
Kantu nyak mati dudi, nanti namaku mulang

Pekon pak kelumbayan, kelima pekon paku
Betik-betik tindayan, inton pucampur batu

Saresatku di jagat, sarihku di dunia
Ki bintang ji lagi wat, mak bulan surut mena

Yu kidah jambat runih, ranglaya mit di rebang
Bela-bela pai pilih, dang nyesol jadi hiwang

Tetak-tetak kebunmu, kenyin dang limuk juga
Tetop-tetop imanmu, dang ginjah-ginjuh juga

Matti bangik dang paku, kutanom di duwara
Lohotku jama niku, dang batal kena guda

Terkuku mandu-pandu, titiran mandang bulan
Lohotku jama niku, dang ngeruwa labuhan

Yu kidah sumbah siyah, keliangni kelingi
Kantu wat cawa salah, nyak mahap jama kuti

Pukul pak pukul lima, pukul setengah lapan
Sikam malih jak ija, dang seperos-baitan

Kantu wat tekelincap, cawa nambi keruwa
Jejama kilu mahap, ram selepasan dusa***

Widadari Sawarga

ARTIKEL DINA MAJALAH "CUPUMANIK" NO.37
(TAUN IV NO.1) SASIH AGUSTUS 2006:


NAHA ENYA DI SAWARGA TÉH AYA “WIDADARI” ?

k u
IRFAN ANSHORY


DINA Kitab Suci Al-Qur’an aya dawuhan anu tétéla ti Gusti Nu Maha Asih yén jalmi-jalmi anu ariman tur ngalampahkeun amal soléh engké di sawarga baris dipaparin azwaajun muthahharah (Al-Baqarah 25; Ali Imran 15; An-Nisa’ 57) atanapi huurun `iin (Ad-Dukhan 54; Ath-Thur 20; Al-Waqi`ah 22). Panginten ku margi seuseueurna anu napsirkeun Al-Qur’an téh pameget, atuh dina tapsir-tapsir azwaajun muthahharah sering dihartikeun “bojo-bojo anu saruci”. Boa-boa ku sabab kapangaruhan dongéng karuhun yén Arjuna cenah kantos nikah sareng widadari di sawargaloka atanapi Jaka Tarub kungsi maok kekemben widadari ti kayangan anu lungsur mandi ka bumi, nu mawi seueur jurutapsir Al-Qur’an anu ngahartikeun huurun `iin janten “widadari”.

Padahal istilah azwaaj (plural tina zawj) dina Al-Qur’an mah henteu salawasna mibanda harti “bojo”. Éta istilah téh tiasa ogé hartina “carogé”, “pasangan” atanapi “kumpulan”, gumantung kana kontéks masalahna. Diétang-étang, aya 70 ayat Al-Qur’an anu ngagunakeun kecap zawj atanapi azwaaj tur sagala rupi dérivasina (kecap turunanana). Dina 41 ayat éta kecap téh hartina “pasangan”, dina 22 ayat hartina “bojo”, dina tilu ayat hartina “carogé”, tur dina opat ayat hartina “kumpulan”. Mangga urang papay hiji-hiji supados écés hartina zawj téh.

Kecap zawj sareng dérivasina kedah dihartikeun “pasangan” dina Al-Baqarah 25, 102; Ali Imran 15; An-Nisa’ 1, 57; Al-An`am 143; At-Taubah 24, Hud 40; Ar-Ra`d 3, 23; An-Nahl 72; Thaha 53; Al-Hajj 5; Al-Mu’minun 6, 27; An-Nur 6; Al-Furqan 74; Asy-Syu`ara’ 7; Ar-Rum 21; Luqman 10; Fathir 11; Yasin 36, 56; Ash-Shaffat 22; Az-Zumar 6; Al-Mu’min 8; Asy-Syura 11, 50; Az-Zukhruf 12, 70; Ad-Dukhan 54; Qaf 7; Adz-Dzariyat 49; Ath-Thur 20; An-Najm 45; Ar-Rahman 52; At-Taghabun 14; Al-Ma`arij 30; Al-Qiyamah 39; An-Naba’ 8, tur At-Takwir 7. Dina ieu arayat, kecap zawj sareng dérivasina miboga harti pasangan carogé-bojo atanapi pasangan anu taya patalina kana manusa.

Kecap zawj sareng dérivasina anu hartina “bojo” mung kapendak dina Al-Baqarah 35, 234, 240; An-Nisa’ 12, 20; Al-An`am 139; Al-A`raf 19; Ar-Ra`d 38; Thaha 117; Al-Anbiya’ 90; Asy-Syu`ara’ 166; Al-Ahzab 4, 6, 28, 37, 50, 53, 59; Al-Mumtahanah 11, tur At-Tahrim 1, 3, 5. Malahan aya tilu ayat Al-Qur’an ngagunakeun kecap zawj sareng dérivasina anu sihoréng hartina “carogé”, nyaéta Al-Baqarah 230, 232, tur Al-Mujadilah 1. Teras aya opat ayat Al-Qur’an ngagunakeun zawj sareng dérivasina dina harti “kumpulan” anu taya patalina kana jénder, nyaéta Al-Hijr 88, Thaha 131, Shad 58, tur Al-Waqi`ah 7.

Kecap huur, anu sering dihartikeun “widadari” téa, mangrupi kecap turunan tina tilu hurup dasar ha-waw-ra anu hartina “réncang dalit”. Éta istilah tiasa dilarapkeun ka sadaya jénder, boh ka pameget boh ka istri, teu aya patali-patali acan sareng konsép “widadari” anu kawitna tina budaya Hindu. Tina tilu hurup dasar ha-waw-ra, medal kecap huur, hawarii tur huwaar, anu miboga harti “réncang”. Réréncangan Nabi Isa Al-Masih a.s. anu dua welas jumlahna tur sadayana pameget apan disebatna ogé hawariyyuun dina Ali Imran 52, Al-Ma’idah 112 tur Ash-Shaff 14. Dérivasi anu séjén tina ha-waw-ra nyaéta kecap yuhaawiru (“cacarios ka réncang”) dina Al-Kahf 34, tur kecap tahaawura (“diskusi sareng réncang”) dina Al-Mujadilah 1. Mangkaning lalawora pisan upami urang narjamahkeun huur janten “widadari”, kawas sawarga téh mung kanggo pameget wungkul. Atuh panginten seueur engké wanoja anu ngadoni pararotés, ngaraos yén Gusti téh henteu adil (henteu nyayagikeun “widadara” atuh da!), padahal anu henteu leres mah tarjamahan sareng pihartieunana.

Ku margi numutkeun An-Nisa’ 124, An-Nahl 97 tur Al-Mu’min 40 kani’matan sawarga téh baris dipaparinkeun kanggo pameget sareng istri anu ariman tur ngalampahkeun amal soléh, nu mawi azwaajun muthahharah dina Al-Baqarah 25, Ali Imran 15 tur An-Nisa’ 57 ku urang kedah dihartikeun “pasangan-pasangan anu saruci”. Tarjamahan tina wa zawwajnaahum bi huurin `iin dina Ad-Dukhan 54 tur Ath-Thur 20 sanés “Dan Kami berikan kepada meréka bidadari” cara dina Al-Qur’an dan Terjemahnya ti Departemén Agama, nanging leresna mah “Dan Kami pasangkan meréka dengan teman setia.” Janten boh ka pameget boh ka istri Allah nyayagikeun éta huur téh!

Salajengna kedah diémutan yén sagala rupi kani’matan sawarga anu ditétélakeun ku Gusti dina Al-Qur’an teu kénging ku urang téh disamikeun sareng kani’matan duniawi ayeuna. Komo kacida naifna upami urang ngabayangkeun azwaaj (“pasangan”) atanapi huur (“réncang dalit”) kana mahluk anu sénsual tuluy dihubungkeun sareng birahi duniawi. Sigana di ahérat engké teu aya deui napsu dunya mah.

Istilah anu seueur dianggo dina Al-Qur’an pikeun nyebatkeun “sawarga” téh nyaéta jannah (katut pluralna jannaat), anu harti harpiahna mah “taman”. Aya 135 kali kecap jannah téh disebatkeun ku Gusti. Di antawisna aya sawelas ayat anu nyebatkeun Jannaatu `Adn (Gardens of Eden, ceuk urang Inggris mah) atanapi “Taman Kabagjaan”, nyaéta At-Taubah 72, Ar-Ra`d 23, An-Nahl 31, Al-Kahf 31, Maryam 61, Thaha 76, Fathir 33, Shad 50, Al-Mu’min 8, Ash-Shaff 12, tur Al-Bayyinah 8. Istilah anu lianna nyaéta firdaus téa (anu diinggriskeun janten paradise), dianggona dua kali, dina Al-Kahf 107 sareng Al-Mu’minun 11. Hakékat kani’matan jannah atanapi firdaus téh tangtos teu tiasa kahontal ku basana manusa. Upami Gusti nétélakeun kaayaan sawarga, éta téh supados urang tiasa ngabayangkeun kani’matan sawarga ukur kamampuh urang, padahal saéstuna mah kani’matan sawarga téh langkung ageung manan anu dicarioskeun dina Al-Qur’an.

Dina At-Taubah 72 Allah ngadawuh kieu: “Allah ngajangjikeun pikeun jalma-jalma anu ariman, boh pameget boh istri, taman-taman sawarga anu di handapna cur-cor ngalir walungan-walungan. Maranéhna langgeng di dinya téh, dina bumi-bumi anu éndah di Taman Kabagjaan. Saéstuna karido ti Allah téh langkung ageung deui! Éta téh kamenangan anu agung”. Sanajan kani’matan sawarga téh kacida ageungna, aya deuih geuningan kani’matan anu langkung ageung manan sawarga, nyaéta karido ti Allah. Ku kituna, kedahna mah oriéntasi sagala aktivitasna jalmi-jalmi anu ariman téh nyaéta mardhaatil-Laah (karido ti Gusti) anu disebatkeun dina Al-Baqarah 207. Hubungan aranjeunna sareng Allah parantos nincak kana hubungan cinta (hubb) anu kaunggel dina Al-Ma’idah 54: yuhibbuhum wa yuhibbuunah (“Anjeunna cinta ka maranéhna sarta maranéhna ogé cinta ka Anjeunna”).

Tah, éta anu saleresna jalmi-jalmi tarakwa atanapi muttaqiin téh, nu disebatkeun dina Al-Lail 18-21: “jalma-jalma anu nandonkeun naon baé anu dipiboga pikeun nyucikeun jiwana, sanés ku sabab males budi ka jalma anu masihan ni’mat, nanging anu dipiharepna téh mung karido ti Pangéranna Nu Maha Luhung, jeung saenyana engké aranjeunna dipirido”. Mugi urang sadaya kagolongkeun kana ieu réngréngan, anu dina Dinten Pangétangan (yaum al-hisab) engké baris disauran ku Gusti ngalangkungan kalimah anu kacida éndahna, nu ditétélakeun dina Al-Fajr 27-30: “Yeuh jiwa anu tingtrim (muthma’innah), geura mulang anjeun ka Pangéran anjeun kalayan rido tur dipirido. Mangga lebet ka golongan anu kumawula ka Simkuring, tur lebet ka sawargana Simkuring.”***

Friday, March 30, 2007

Nalungtik Cai Jeung Lempeng Tektonik

ARTIKEL DINA MAJALAH "CUPUMANIK" No.40
TAUN IV No.4 SASIH NOPEMBER 2006:


NALUNGTIK AYAT-AYAT ALLAH:
CAI JEUNG LÉMPÉNG TÉKTONIK

k u
IRFAN ANSHORY



SALAH SAHIJI BÉDANA Surat-surat Makkiyah (nu diwahyukeun di Makkah) jeung Surat-surat Madaniyah (nu diwahyukeun di Madinah) dina Al-Qur’an nyaéta yén dina Surat-surat Makkiyah Allah sering ngadawuhkeun sumpah sareng rupa-rupa fénoména alam, sangkan manusa leres-leres merhatikeun sacara daria hal-hal nu disumpahkeun ku Gusti. Éta kalimah-kalimah sumpah téh ilaharna dimimitian ku kecap wa (“demi”) dina 17 Surat (37, 51, 52, 53, 68, 74, 77, 79, 85, 86, 89, 91, 92, 93, 95, 100, 103) atawa kecap laa uqsimu (“Sanés kitu! Simkuring sumpah!”) dina tujuh Surat (56, 69, 70, 75, 81, 84, 90). Salian sareng fénoména alam, Allah ngadawuhkeun sumpah deuih sareng Kitab Al-Qur’an dina lima Surat (36, 38, 43, 44, 50).

Allah miwarang ka urang sadaya pikeun nalungtik (tafakkur) sakur eusina ieu jagat marcapada sangkan urang sadar kana kaagungan tur kakawasaana-Na. Éta piwarang téh seueur pisan dina Al-Qur’an, misalna dina Ali Imran 190-191, Yunus 101, Fusshilat 53, jrrd. Dina ieu artikel, mangga urang nalungtik dua fénoména alam nu disumpahkeun ku Gusti dina Surat Ath-Thariq ayat 11 tur 12.


Wa s-samaa’i dzaati r-raj`i (Ath-Thariq 11). Tarjamahan harfiahna: “Demi langit nu mibanda barang nu balik deui”. Sakabéh ahli tapsir Al-Qur’an akur yén ar-raj`i (“barang nu balik deui”) dina ieu ayat téh nyaéta cai, nu tuluy-tumuluy “jul-jol” (indit jeung datang) dina siklus hidrologi. Dua pertiluna bumi urang téh disimbutan ku cai, tur 97% tina sakumna cai di bumi aya dina sagara. Saban poé sapertilu tina jumlah énérgi sinar panonpoé nu nepi ka bumi digunakeun pikeun nyaabkeun 1000 km kubik (satriliun méter kubik) cai sagara. Éta saab nyebar di lapisan wiati (atmosfér) pikeun ngatur kabeueusan (humidity) jeung suhu. Saterusna saab ngalaman kondénsasi jadi ibun, tuluy ngaburulu ka handap mangrupa hujan atawa salju. Sawaréh cai téh asup ka jero taneuh, tur sawaréh deui ngocor dina walungan-walungan nu balik ka sagara.

Sigana mah teu aya barang nu leuwih penting tur loba kagunaanana ti batan cai. Ayana cai ngajadikeun bumi téh hiji-hijina wewengkon dina tatasurya nu merenah pikeun kahirupan. Tanpa cai, kahirupan pamohalan kajadian. Tujuh puluh persén beuratna waruga urang téh diwangun ku cai. Lamun teu aya cai, atuh saniskara métabolismeu mahluk hirup tangtu teu bisa lumangsung. Urang merelukeun cai pikeun nginum, mandi, abdas, masak, nyeuseuh, nyébor tutuwuhan, jeung nyaian lahan pertanian. Dina jaman modéren ayeuna, fungsi cai téh leuwih réa deui, mimiti ti salah sahiji sumber énérgi (boh énérgi saab boh énérgi listrik) nepi ka pikeun sarana olahraga jeung rékréasi.

Struktur molékul cai (H2O atawa H-O-H) nu diwangun ku hiji atom puseur oksigén jeung dua atom hidrogén, nimbulkeun sipat-sipat fisika jeung kimia nu henteu dipiboga ku matéri séjén. Ajén kaéléktronégatifan (kamampuh ngabetot éléktron) nu gedé bédana antara atom hidrogén jeung atom oksigén ngajadikeun simpay O—H dina molékul cai téh polar pisan, nu matak cai miboga kamampuh pikeun ngaleyurkeun sagala rupa barang. Ku kituna cai bisa mawa nutrisi (barang dahareun) kana jaringan jeung organ mahluk hirup sarta jadi barang pangabersih nu pohara hadéna. Cai miboga deuih viskositas (ajén kakentel) nu leutik, nu matak cai lancar pisan ngocorna, gancang nyirorot ka handap, jeung teu hésé dikompa ka luhur. Jadi cai mah babari dicandak pikeun dimangpaatkeun ku urang kana rupa-rupa kaperluan.

Dibandingkeun jeung cairan-cairan nu séjén (misalna béngsin atawa lisah), cai téh rada hésé robah jadi saab, istilahna miboga ajén éntalpi panyaaban nu gedé. Ieu sipat téh kacida pentingna pikeun waruga urang, sabab panasna waruga nu kaleuwihan bisa dipiceun kaluar ngalangkungan panyaaban ngan ukur saeutik cai tina pori-pori kulit. Ku kituna, suhuna waruga urang téh salawasna kajaga sacara optimal. Penyerapan énérgi nalika cai disaabkeun ku sinar panonpoé, sarta pembébasan éta énérgi nalika saab ngibun jadi hujan nu balik deui ka bumi, éta prosés téh miboga fungsi pikeun ngawalatrakeun (distribusi) énérgi panonpoé ka sakumna bumi. Cai miboga deuih kapasitas kalor (kamampuh ngampihan panas) nu gedé, nu matak cai mah manasan jeung niisan leuwih laun ti batan barang-barang nu séjén. Ieu sipat téh nangtayungan mahluk hirup tina bancang-pakéwuh lamun suhu ngadadak robah.

Simpay hidrogén (hydrogen bonding) nu aya di antara molékul-molékul cai ngajadikeun cai téh ngagedéan volumeuna basa ngimpel jadi és (padahal barang-barang nu lian ilaharna mah ngaleutikan volumeuna basa ngimpel téh). Balukarna, és leuwih hampang ti batan cai, atawa és ngambang di luhurna cai. Tah, nu matak lauk-lauk jeung sasatoan cai nu séjén bisa terus hirup dina usum salju. Kacindekanana, sihoréng loba pisan rupa-rupa pangraksaan ti Allah SWT pikeun mahluk hirup ngalangkungan sipat-sipat cai téh.



Wa l-ardhi dzaati sh-shad`i (Ath-Thariq 12). Tarjamahan harfiahna: “Demi bumi nu mibanda beulahan”. Kecap ash-shad`i téh hartina “beulahan”, tina kecap shada`a (“meulah”). Nu matak “rieut” (sirah rasana beulah) dina basa Arabna mah shuda`, tur dina Surat Al-Waqi`ah aya katerangan yén leueuteun di sawarga téh “tara ngarieutkeun” (laa yushadda`uun).

Dina lingkungan tatasurya, bumi urang téh planét taneuh (terrestrial planet) nu panggedéna. Opat planét nu leuwih gedé ti batan bumi (Yupiter, Saturnus, Uranus jeung Néptunus), jeung panonpoé deuih, henteu diwangun ku taneuh tapi diwangun ku gas-gas hidrogén tur hélium. Ku sabab mangrupa “dunia non-gas” nu panggedéna, bumi miboga suhu jero (suhu internal) nu panggedéna manan planét-planét séjén, nu matak bumi boga kulit nu pangipisna, nyaéta ngan ukur 50 km jerona. Tah, ku sabab ipis tur gedé suhu jerona, kulit bumi téh ngabeulah jadi tujuh beulahan nu gedé (jeung sawatara beulahan nu leuwih leutik) nu disebut lémpéng (plate). Éta lémpéng-lémpéng téh pas pisan nyetélna, nu hiji raket jeung nu séjén, kawas ditapelkeun ku tukang kai nu pinter. Ku kituna, dingaranan lémpéng-lémpéng téktonik (basa Yunani, téctonés, hartina “tukang kai”).

Tujuh lémpéng kulit bumi nu gedé téh nyaéta lémpéng-lémpéng Éurasia, Afrika, Indo-Ustrali, Pasifik, Amérika Kalér, Amérika Kidul, jeung Antartika. Aya deuih lémpéng-lémpéng nu leutik, misalna lémpéng Arabia, Filipina, Karibéa, jsté. Lemah cai urang, Indonésia, aya dina tungtung kidulna lémpéng Éurasia, tur jadi wewengkon papanggihna lémpéng Indo-Ustrali di palih kulon jeung lémpéng Pasifik di palih wétan.

Lapisan di handapeun kulit bumi miboga suhu nu leuwih panas, nu matak mampuh ngagésér-gésér. Éta géséran téh ngadorong lémpéng-lémpéng ka ditu ka dieu, ngajadikeun daratan (buana jeung pulo) tur palung (basin) pikeun wadahna sagara. Tétéla, lémpéng-lémpéng téktonik dina kulit bumi téh sihoréng grand design ti Gusti sangkan ieu bumi ngabagi kana lemah jeung cai. Kacipta lamun teu aya beulahan lémpéng-lémpéng téktonik, tangtu baé tara aya ocean basin téh, jeung sakumna bumi ditutupan ku cai. Balukarna mah, mahluk nu hirup di daratan kaasup manusa pamohalan kajadian, henteu aya daratan atuh da!

Tah, sanajan géséran lémpéng téktonik téh bisa nimbulkeun lini atawa taneuh urug, tur cai sawaktu-waktu bisa nimbulkeun banjir atawa galura tsunami, kadé urang ulah poho yén cai jeung lémpéng téktonik téh dua rupa karunia ti Allah nu kudu disukuran, sabab duanana mangrupa prasyarat pikeun ayana kahirupan di bumi. Ku kituna Allah miwarang ka urang sadaya sangkan nalungtik kana éta ayat-ayat-Na ngalangkungan élmu pangaweruh, ngarah urang bisa nyingkahan tina bahaya nu ditimbulkeun ku budalna cai atawa géséran lémpéng téktonik.***

Jagat Marcapada

Artikel tina Majalah CUPUMANIK No.34
Sasih Mei 2006:


NALUNGTIK PANGAYUGAAN
JAGAT MARCAPADA

k u
IRFAN ANSHORY



DINA kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT ngadawuh yén jagat marcapada (universe; alam semesta) diyugakeun ku Anjeunna dina genep periodeu (fi sittati ayyam). Katerangan ngeunaan hal ieu téh aya dina Surat Al-A`raf 54, Yunus 3, Hud 7, Al-Furqan 59, As-Sajdah 4, Qaf 38, jeung Al-Hadid 4.

Kecap yaum (katut pluralna ayyam) dina Al-Qur’an téh sihoréng loba pihartieunana, nyaéta: waktu lana nu henteu kacipta panjangna (Al-Fatihah 4), atawa lima puluh rébu taun (Al-Ma`arij 4), atawa sarébu taun (As-Sajdah 5), atawa sausum (Ali Imran 140), atawa sapoé (Al-Baqarah 184), atawa sakiceup (Al-Qamar 50), atawa waktu nu leuwih sakeudeung ti sakiceup (An-Nahl 77), atawa waktu nu henteu kacipta pondokna (Ar-Rahman 29). Ku kituna, istilah fi sittati ayyam dina pangayugaan jagat marcapada sigana leuwih merenah mun dihartikeun “dina genep periodeu”.

Éta genep periodeu téh ditétélakeun ku Gusti dina Fusshilat 9 – 12:
(9) Yeuh pangbéjakeun: Naha enya maranéh téh kalapir ka Gusti nu ngayugakeun bumi dina dua periodeu sarta maranéh nyarieun ka Anjeunna tandingan-tandingan? Anjeunna téh Pangéran Nu Murbéng Alam.
(10) Anjeunna ngajadikeun di bumi rawasiya (pamageuh) ti luhurna, sarta Anjeunna ngaberkahan katut nangtukeun aqwat-na (daya panjagaanana) dina opat periodeu. (Rawasiya éta téh) sarua pikeun anu naranya (para élmuwan anu nalungtik).
(11) Saterusna, Anjeunna ngajugjug ka langit anu mirupa haseup (partikel-partikel mikro), tuluy ngadawuh ka langit jeung ka bumi: “Pék daratang maranéh duaan, boh suka boh kapaksa.” Duanana (langit jeung bumi) némbalan: “Abdi sadaya darongkap kalayan suka.”
(12) Anjeunna ngayugakeun tujuh langit dina dua periodeu sarta ngawahyukeun ka unggal langit urusanana. Kami ngahias langit dunya ku béntang-béntang jeung pangraksaan. Éta téh takdir Nu Maha Gagah tur Maha Uninga.

Ku sabab langit jeung bumi diyugakeun dina waktu nu sarua (ayat 11), dua periodeu pangayugaan langit (ayat 12) tangtu idéntik jeung dua periodeu pangayugaan bumi (ayat 9). Dua periodeu pangayugaan langit jeung bumi éta téh kudu lumangsung sabadana opat periodeu pangayugaan rawasiya (ayat 10), sabab ayat 10 jeung ayat 11 dihubungkeun ku kecap tsumma (“tuluy, saterusna, sabada ti éta”). Cindekna mah, genep periodeu pangayugaan jagat marcapada téh dimimitian ku opat periodeu pangayugaan rawasiya (pamageuh), tuluy disusul ku dua periodeu pangayugaan matéri (langit jeung bumi).


R a w a s i y a

Ari rawasiya téh naon téa? Tapsir-tapsir nu araya réréana mah ngahartikeunana “gunung”. Mémang salah sahiji fungsi gunung téh nyaéta pikeun mageuhan bumi. Ngan ulah sakabéh kecap rawasiya dina Al-Qur’an dihartikeun “gunung”. Apan urang Arab sorangan ti jaman baheula nepi ka ayeuna teu kungsi nyebutkeun gunung maké kecap rawasiya.

Kecap rawasiya téh turunan tina kecap dasar rasa (tilu hurup ra-sin-alif) nu hartina “mageuhkeun, meungkeut, nyimpai, atawa nyangcang”. Jadi, rawasiya téh harti harpiahna mah “pamageuh”. Mangga urang tengetan dawuhan Allah dina Al-Qur’an: “Kami ngajadikeun di bumi rawasiya (pamageuh) supaya bumi muter nguriling jeung maranéhna” (Al-Anbiya’ 31). “Anjeunna ngayugakeun langit tanpa tihang anu katénjo ku maranéh, jeung nyayagikeun rawasiya (pamageuh) di bumi supaya muter nguriling jeung maranéh” (Luqman 10).

Bari muter di sumbuna sorangan (rotasi) dina gagancang (velocity) 1667 km/jam, bumi muter ngurilingan panonpoé (révolusi) dina gagancang 108.000 km/jam atawa 30 km/detik. Panonpoé katut sakabéh eusina tatasurya muter ngurilingan puseur Galaksi Bimasakti (Milky Way) dina gagancang 225 km/detik. Galaksi Bimasakti, nu diwangun ku kumpulan 100 miliar panonpoé atawa béntang, muter deuih ngurilingan puseur Superkluster Virgo. Jumlah-jamléh, bumi urang téh muter dina gagancang 300 km/detik kana puseur Superkluster. Buktina urang mah aman-aman baé muter jeung bumi téh, ngarasa cicing tur anteng, henteu tisolédat saeutik-saeutik acan, sanajan bumi muter sakitu gancangna.

Naon rawasiya (pamageuh) nu nyangcang urang dina bumi téh? Naon rawasiya nu ngajaga planét-planét jeung béntang-béntang panceg dina orbitna séwang-séwangan? Naon rawasiya nu nahan éléktron-éléktron henteu lésot tina atom? Naon rawasiya nu meungkeut proton jeung nétron dina inti atom? Cindekna, naon rawasiya anu ngatur sakabéh prosés dina ieu jagat marcapada?

Tah, ayeuna para élmuwan geus nyarahoeun yén sakumna prosés di jagat marcapada diatur jeung dipageuhan ku opat rupa interaksi (gaya, force), nyaéta:
Kahiji, Interaksi Gravitasi, gaya nu nyangcang sakabéh partikel nu miboga massa, ngatur silih-kenyang (tarik-menarik) hiji matéri jeung matéri nu séjén, ti mageuhkeun urang dina bumi nepi ka ngadegkeun tatasurya jeung galaksi.
Kadua, Interaksi Éléktromagnétik, gaya nu nyimpai sakabéh partikel nu miboga muatan listrik, ngatur saniskara réaksi kimia, ti mimiti kajadian atom-atom nepi ka prosés mikir dina uteuk manusa.
Katilu, Interaksi Rohaka (Strong Interaction), gaya nu meungkeut proton jeung nétron supaya panceg dina inti atom.
Kaopat, Interaksi Héngkér (Weak Interaction), gaya nu ngatur parobahan hiji atom jadi atom séjén, ti prosés karadioaktifan (transmutasi inti) nepi ka parobahan atom hidrogén jadi atom hélium dina panonpoé jeung béntang sangkan salawasna mancerkeun cahaya.

Cindekna, rawasiya (pamageuh) anu disayagikeun ku Allah pikeun jagat marcapada téh mangrupa opat macem interaksi nu ngatur sakabéh mékanismeu langit jeung bumi, nyaéta gaya gravitasi, gaya éléktromagnétik, gaya rohaka, jeung gaya héngkér. Panalungtikan mutahir nétélakeun yén éta gaya nu opat téh sihoréng maniféstasi ti gaya tunggal anu sarua, tuluy misah hiji-hiji dina opat tahapan pangayugaan jagat marcapada.

Dawuhan Allah dina Fusshilat 10, yén rawasiya (pamageuh) diyugakeun dina opat periodeu (fi arba`ati ayyam) jeung rawasiya téh sarua pikeun anu naranya (sawa’an li s-sa’ilin), nu diwahyukeun dina abad ka-7 kakara kaguar hartina dina abad ka-20! Kecap aqwat (plural tina qut) dina ieu ayat sering dihartikeun “dahareun”. Padahal hartina nu bener mah nyaéta “daya panjagaan”, sabab ieu istilah saluyu jeung salah sahiji sipat Allah, Al-Muqit (Maha Ngajagi), nu kaunggel dina An-Nisa’ 85.


Big Bang (Beledug Rongkah)

Dina Al-Anbiya’ 30, Allah ngadawuh: “Naha jalma-jalma nu kalapir téh teu nyarahoeun yén langit jeung bumi téh mimitina ngahiji, tuluy duanana ku Kami dipisahkeun. Jeung Kami ngajadikeun tina cai sakabéh anu hirup. Naha atuh maranéhna henteu ariman?”.

Katerangan ti Allah yén sakabéh mahluk hirup dijadikeun tina cai téh babari kapaham tur kaharti, sabab 75-80% eusina sél-sél mahluk hirup (manusa, sasatoan, tutuwuhan, jeung mikroorganismeu) téh nyaéta cai. Kahirupan nembé aya di bumi sabada aya cai. Loba mahluk hirup nu teu merelukeun oksigén mah, tapi taya mahluk anu tiasa hirup tanpa cai. Cing mangga ayeuna urang ngabahas katerangan ti Allah yén langit jeung bumi téh mimitina ngahiji tuluy dipisahkeun ku Anjeunna.

Dina taun 1929, astronom Amerika nu ngaranna Edwin Powell Hubble nalungtik yén garis spéktreum cahaya tina galaksi-galaksi di luareun Galaksi Bimasakti ngagésér ka panjang galura nu leuwih gedé, istilah fisikana mah ngagésér ka “beureum” (red shift). Dumasar kana hukum fisika nu disebut Éfék Doppler, hartina galaksi-galaksi téh silih ngajauhan hiji jeung nu séjén. Beuki jauh éta galaksi, beuki gancang ngajauhanana. Jadi, jagat marcapada téh aya dina kaayaan ngajembar (ékspansi; terus ngalegaan).

Konsékuénsina, jagat marcapada kapungkur tangtu leuwih raket ti batan ayeuna. Dina taun 1946, George Gamow ti Universitas George Washington nyieun hipotésis: mimitina mah sakabéh eusina jagat marcapada ngahiji dina kapadetan nu taya hinggana (infinite density), tuluy ku prosés Big Bang (“Beledug Rongkah”) ujug-ujug jol ieu jagat marcapada téh.

James Peebles ti Universitas Princeton dina taun 1964 ngamprédiksi yén mun bener jagat marcapada diyugakeun tina prosés Big Bang, tangtuna sésa radiasi beledug rongkah téh ayeuna aya kénéh. Numutkeun itungan manéhna, éta sésa radiasi téh saluyu jeung suhu tilu nepi ka lima Kélvin. Sataun ti harita, 1965, Arno Penzias jeung Robert Wilson ti Laboratorieum Bell, New Jersey, bisa néwak éta sésa radiasi Big Bang maké anténeu nu supersénsitif, nyaéta radiasi anu saragam di sakabéh jihat jagat marcapada (istilah urang ditu mah cosmic microwave background) anu saluyu jeung suhu tilu Kélvin, jejegna mah 2,726 K. Tina panalungtikanana, Penzias jeung Wilson meunang hadiah Nobél fisika taun 1978.

Ayeuna, kajadian Big Bang nu ngamimitian pangayugaan jagat marcapada téh lain ngan sakadar téori wungkul, tapi geus jadi paradigma élmu fisika jeung astronomi modéren. Tah, iraha lumangsungna éta kajadian Big Bang téh? Atawa, sabaraha umurna jagat marcapada ayeuna? Pikeun ngajawabna, urang kudu ngagunakeun Renggenek Hubble atawa Hubble Constant (H), nyaéta gagancangna galaksi-galaksi silih ngajauhan: 70 kilométer per detik per mégaparsék. Hiji mégaparsék téh sarua jeung 3,26 juta taun-cahaya; sataun-cahaya sarua jeung 9,4605 x 10(12) km atawa kurang-leuwih 10 triliun km. Bandinganana, kurilingna bumi ngan ukur 40 rébu km, sarta anggang ti bumi ka panonpoé ngan ukur 150 juta km.
Jadi, galaksi-galaksi nu anggangna 3,26 juta taun-cahaya silih ngajauhan dina gagancang 70 km/detik. Dumasar kana gagancang cahaya 300.000 km/detik, sarta waktu téh anggang dibagi ku gagancang, umurna jagat marcapada ayeuna geus bisa kaitung, nyaéta 3,26 x 10(6) x 3 x 10(5) dibagi 70 = 1,397 x 10(10) taun atawa kurang-leuwih 14 miliar taun.


Hakékat Matéri

Jagat marcapada dina hakékatna mah mangrupa beungkeutan atom-atom nu unggal waktu disusun-ulang (dirakrakan tuluy dipasangkeun deui), kalayan diatur ku opat rupa rawasiya (pamageuh). Nu matak sakur nu aya dina jagat marcapada téh taya nu langgeng. Panta rhei, ceuk urang Yunani mah, “sadaya ngocor”, sakabéhna fana. Mung Allah SWT wungkul anu tetep lana.

Anu ngaranna atom téh diwangun ku inti atom jeung éléktron-éléktron nu dipageuhan ku rawasiya éléktromagnétik. Pikeun misahkeun éléktron-éléktron tina inti atom, diperelukeun énérgi hiji éléktron-volt (1 eV) nu saluyu jeung suhu 10(4) K (sapuluh rébu darajat). Suhu rata-rata jagat marcapada ayeuna nyaéta tilu Kélvin (-270 darajat Célcius). Dina jaman bihari mah suhu jagat marcapada téh tangtu baé jauh leuwih gedé. Numutkeun itungan, jagat marcapada téh miboga suhu 10(4) K basa umurna kakara 1,2 x 10(13) detik atawa 380.000 taun sabada “Waktu Enol” (Time Zero). “Waktu Enol” téh kajadian Big Bang nu ngamimitian pangayugaan ieu jagat marcapada. Jadi, atom kakara aya basa jagat marcapada umurna 380.000 taun. Saméméhna mah jagat marcapada ngan mangrupa kumpulan inti-inti atom jeung éléktron-éléktron nu teu acan mampuh ngagabung jadi atom, lantaran suhu harita gedé kénéh.

Inti atom diwangun ku nukléon-nukléon (partikel-partikel inti). Aya dua rupa nukléon téh, nyaéta proton jeung nétron, nu ngagabung jadi inti atom kalayan dipageuhan ku rawasiya gaya rohaka (strong interaction). Pikeun misahkeun inti atom jadi proton-proton jeung nétron-nétron nu bébas, diperelukeun énérgi sajuta eV, nu saluyu jeung suhu 10(10) K (sapuluh miliar darajat), nyaéta suhu basa 180 detik atawa tilu menit sabada Waktu Enol. Jadi, inti atom kakara aya basa jagat marcapada umurna tilu menit. Saméméhna, énérgi katut suhu gedé kénéh, nu matak proton-proton jeung nétron-nétron teu acan mampuh ngagabung jadi inti atom.

Kakara ti taun 1963 (ku pamanggihna Murray Gell-Mann ti Institut Téhnologi Kalifornia nu meunang hadiah Nobél fisika taun 1969), para élmuwan nyarahoeun yén proton jeung nétron téh sihoréng diwangun ku partikel-partikel nu leuwih leutik deui, nyaéta nu disebut quark. Pikeun misahkeun proton jeung nétron jadi quark-quark, diperelukeun énérgi samiliar eV, nu saluyu jeung suhu 10(13) K (sapuluh triliun darajat), nyaéta suhu basa 10(-6) detik (sapersajuta detik sabada Waktu Enol). Jadi, proton jeung nétron kakara aya basa jagat marcapada umurna 10(-6) detik. Saméméhna, jagat marcapada ngan mangrupa kumpulan quark-quark jeung lépton-lépton. Anu ngaranna “lépton” téh partikel-partikel nu massana leutik pisan, nyaéta éléktron saparakanca.


Téori Kamanunggalan

Dina taun 1950, Albert Einstein nyieun hipotésis yén gravitasi jeung éléktromagnétik ukur dua maniféstasi tina hiji “gaya tunggal” nu sarua. Tapi nepi ka maotna Einstein dina taun 1955, ieu konsép téh karék hipotésis wungkul. Kakara dina dasawarsa 1970-an, sabada aya akselerator partikel, éta téori “kamanunggalan gaya” kabuktian ku ékspérimén.

Ti taun 1967 nepi ka taun 1974, tilu ahli fisika sacara sorangan-sorangan, nyaéta Steven Weinberg ti Institut Téhnologi Massachusetts, Sheldon Glashow ti Universitas Harvard, tur Abdus Salam ti Imperial College London, pada-pada manggihan yén gaya éléktromagnétik jeung gaya héngkér mangrupa gaya nu idéntik dina énérgi 10(11) eV atawa suhu 10(15) K (sarébu triliun darajat). Énérgi sagedé kitu téh ngan bisa dihasilkeun ku akselerator mutahir. Numutkeun itungan, jagat marcapada miboga suhu 10(15) K basa umurna 10(-10) detik (sapersapuluh miliar detik sabada Waktu Enol). Atuh tiluanana meunang hadiah Nobél fisika taun 1979.

Téori Weinberg-Glashow-Salam ngaramalkeun ayana partikel boson-boson panengah (intermediate bosons), nyaéta partikel-partikel W jeung Z anu mawa gaya héngkér. Partikel-partikel ieu téh kapanggih taun 1983 ku Carlo Rubbia ti Puseur Riset Nuklir Eropah (CERN) di Jenéwa. Rubbia kénging hadiah Nobél fisika taun 1984, sabab manéhna geus ngabuktikeun écésna téori Weinberg-Glashow-Salam.

Ayeuna para élmuwan hayang ngahijikeun gaya éléktromagnétik-héngkér jeung gaya rohaka. Ieu nu disebut Téori Kamanunggalan Agung (Grand Unification Theory). Tilu gaya éta téh baris ngahiji lamun aya énérgi 10(24) eV atawa suhu 10(28) K (sapuluh rébu triliun triliun darajat). Nepi ka ayeuna tacan aya akselerator nu mampuh ngahasilkeun énérgi anu sakitu gedéna mah. Suhu 10(28) K dipiboga ku jagat marcapada basa umurna 10(-35) detik (sapersaratus miliar triliun triliun detik sabada Waktu Enol). Sihoréng gaya gravitasi gé bisa dihijikeun jeung tilu gaya nu séjén (Super Unification Theory) dina suhu 10(32) K (saratus juta triliun triliun darajat), nyaéta suhu jagat marcapada basa umurna 10(-43) detik (sapersapuluh juta triliun triliun triliun detik sabada Waktu Enol).

Lamun ieu pananglutikan diteruskeun nepi ka Waktu Enol, urang baris manggihan kaayaan anu disebut singularitas, nyaéta kaayaan “taya rohang taya waktu”. Pananya di mana jeung iraha taya hartina, sabab rohang jeung waktu tacan aya. Nu Aya mah mung Allah SWT. “Anjeunna Nu Maha Awal tur Maha Ahir (teu gumantung kana waktu), sarta Nu Maha Zohir tur Maha Batin (teu gumantung kana rohang). Anjeunna Maha Uninga kana sagala perkara.” (Al-Hadid 3).



Tahap-Tahap Pangayugaan


Periodeu Kahiji

Tepat dina Waktu Enol, Allah Nu Maha Suci tur Maha Kawasa mimiti ngayugakeun rohang jeung waktu ku prosés Big Bang. Dina Al-Qur’an, Allah nganggo kalimah kun fa yakun (‘jadi’, jleg ngajadi) nu wangunna present tense atawa fi`il mudhari`, teu kungsi Anjeunna nganggo kalimah kun fa kana (‘jadi’, jleg ngajadi) nu wangunna past tense atawa fi`il madhi. Pihartieunana, Allah ngayugakeun ieu jagat marcapada téh ku prosés anu sinambung, malahan nepi ka ayeuna “Anjeunna nambahan kana dadamelana-Na naon baé anu ku Anjeunna dikersakeun” (Fathir 1).

Dina Periodeu Kahiji, jagat marcapada masih mangrupa énérgi jeung hiji gaya tunggal. Ngajembarna jagat marcapada ngakibatkeun suhu jadi lungsur. Periodeu Kahiji téh lumangsung nepi ka 10(-43) detik sabada Waktu Enol, nyaéta basa jolna gaya gravitasi salaku gaya nu mandiri.

Periodeu Kadua

Periodeu Kadua dimimitian dina 10(-43) detik sabada Waktu Enol (suhu 10(32) K), basa kakara aya dua gaya, nyaéta gravitasi jeung gabungan éléktromagnétik-héngkér-rohaka. Ku sabab gravitasi téh mangaruhan saniskara anu miboga massa, dina Periodeu Kadua sabagian énérgi ngalaman transformasi jadi matéri mangrupa partikel-partikel mikro (dukhan), numutkeun Hukum Einstein: E = m c(2). Quark jeung lépton tacan tiasa dibedakeun, sabab gaya rohaka jeung gaya héngkér harita téh idéntik kénéh.

Periodeu Katilu

Periodeu Katilu dimimitian dina 10(-35) detik sabada Waktu Enol (suhu 10(28) K), basa gaya rohaka norojol jadi gaya nu mandiri. Jadi, aya tilu gaya di jagat marcapada harita téh, nyaéta gravitasi, gaya rohaka, jeung gabungan éléktromagnétik-héngkér. Dina Periodeu Katilu, jagat marcapada ngalaman inflasi (ujug-ujug ngajembaran pisan) sarta muncul partikel-partikel quark nu dipangaruhan ku gaya rohaka.

Periodeu Kaopat

Periodeu Kaopat dimimitian dina 10(-10) detik sabada Waktu Enol (suhu 10(15) K), basa gaya héngkér misah ti gaya éléktromagnétik, sarta muncul partikel-partikel lépton nu dipangaruhan ku gaya héngkér. Tah, dina Periodeu Kaopat kakara lengkep opat rupa rawasiya (pamageuh) anu disayagikeun ku Gusti pikeun mageuhkeun sakumna prosés di jagat marcapada.

Jagat marcapada terus ngajembaran (ékspansi), sarta suhuna nyirorot nepi ka 10(13) K. Opat periodeu pangayugaan rawasiya téh disusul ku dua periodeu pangayugaan atom, nyaéta partikel dasar sakumna matéri di langit jeung di bumi.

Periodeu Kalima

Periodeu Kalima dimimitian dina 10(-6) detik sabada Waktu Enol (suhu 10(13) K), basa quark-quark mampuh ngagabung jadi partikel-partikel nu disebut hadron-hadron, nyaéta baryon (diwangun ku tilu siki quark) jeung méson (diwangun ku dua siki quark). Baryon aya dua rupa: nukléon (baryon anu nyusun inti atom) jeung hipéron (baryon anu teu nyusun inti atom). Tuluy nukléon aya dua rupa deuih: proton (diwangun ku dua quark u tur hiji quark d) jeung nétron (diwangun ku hiji quark u tur dua quark d).

Hipéron-hipéron jeung méson-méson téh partikel anu henteu panceg (henteu stabil), sabab umurna pondok pisan, kurang tina 10(-7) detik, nu matak ieu partikel ngan kapanggih dina sinar kosmis atawa akselerator nu miboga énérgi gedé. Jadi, hadron anu mampuh ngawangun inti atom mah ngan nukléon-nukléon (proton jeung nétron).

Periodeu Kagenep

Periodeu Kagenep dimimitian dina tilu menit sabada Waktu Enol (suhu 10(10) K), basa proton jeung nétron mampuh ngagabung jadi inti atom. Inti-inti atom anu munggaran kawangun nyaéta hidrogén-1 (hiji proton), hidrogén-2 (hiji proton tur hiji nétron), hidrogén-3 (hiji proton tur dua nétron), hélium-3 (dua proton tur hiji nétron), sarta hélium-4 (dua proton tur dua nétron). Inti-inti atom ieu téh boga muatan positif lantaran aya proton. Maranéhna sayagi pikeun néwak lépton nu panceg (stabil) tur boga muatan négatif, nyaéta éléktron-éléktron.

Periodeu Kagenep lumangsung nepi ka 380.000 taun sabada Waktu Enol (suhu 10(4) K), basa inti-inti atom mampuh ngagabung jeung éléktron-éléktron pikeun ngawangun atom hidrogén jeung atom hélium, bahan dasar jeung eusi utama jagad marcapada ayeuna.


Tumuwuhna Jagat Marcapada

Sabada ngayugakeun atom hidrogén jeung hélium, Allah kalayan sagala kawasa-Na (istawa `ala l-`arsy, “kawasa dina Arasy”, ceuk Surat Yunus 3 mah) ngatur tumuwuhna ieu jagat marcapada (yudabbiru l-amr) ngalangkungan opat rupa rawasiya (pamageuh). Gaya rohaka mageuhkeun inti atom. Gaya éléktromagnétik mageuhkeun atom, tuluy ngatur simpay (ikatan) atom-atom dina réaksi-réaksi kimia. Gaya héngkér ngajadikeun atom-atom salian ti hidrogén jeung hélium, nyaéta karbon, nitrogén, oksigén, sakabéh logam-logam, jrrd. Atom-atom anu rupa-rupa jinisna téh silih nyimpai hiji jeung nu séjén, ngajadikeun sakumna matéri dina jagat marcapada: superkluster, kluster (gugus), galaksi (kumpulan béntang), béntang (panonpoé), planét katut sakabéh eusina, nu dipageuhkeun dina kelompok-kelompok ku gaya gravitasi.

Nepi ka awal taun 2006 geus aya 116 rupa atom téh, nu aya dina tabél Sistim Periodik Unsur-Unsur. Sakabéh jinis atom téh seuweu-siwina atom hidrogén jeung hélium. Ayeuna, opat welas miliar taun sabada Waktu Enol atawa Big Bang, suhu rata-rata jagat marcapada téh tilu Kélvin atawa -270 darajat Celcius, nyaéta suhu rohang antar-béntang. Eusina jagat marcapada rélatif henteu robah: 92% atom hidrogén, ampir 8% hélium. Atom-atom nu séjén ngan ukur 0,1% tina sakumna atom di jagat marcapada.

Carl Sagan ti Universitas Cornell nétélakeun yén lamun umurna jagat marcapada diriutkeun jadi sataun, pangayugaan jagat marcapada lumangsung dina kaping 1 Januari, galaksi Bimasakti kawangun 1 Méi, tatasurya norojol 9 Séptémber, bumi urang kakara aya dina 14 Séptémber, mahluk hirup pangmimitina (mikroorganismeu sél tunggal) muncul 9 Oktober, jaman dinosaurus lumangsung 24-28 Désémber, manusa nembé éksis 31 Désémber tabuh 23.00, sarta Nabi Isa Al-Masih a.s. dilahirkeun opat detik nu bieu. “Perhatikeun waktu! Saéstuna manusa téh bener-bener aya dina karugian….”, kitu dawuhan Allah SWT.


Komposisi Jagat Marcapada

Jagat marcapada téh diwangun ku puluhan superkluster (adigugus), di antarana (sakadar nyebutkeun sawatara ngaran) Virgo, Hydra, Pérséus, Opiuchus, Herculés. Urang aya dina Superkluster Virgo, anu diaméterna 100 juta taun-cahaya (hiji taun-cahaya = 10 triliun km!), diwangun ku ratusan kluster (gugus), di antarana Kluster Lokal, Céntaurus, Fornax, Puppis, Coma. Urang aya dina Kluster Lokal, anu diaméterna tilu juta taun-cahaya, diwangun ku tilupuluhan galaksi, di antarana Bimasakti (Milky Way), Androméda, Awan Magellan, Sagittarius Cébol, Triangulum.

Urang téh aya dina Galaksi Bimasakti, galaksi mangrupa spiral anu diaméterna 120 rébu taun-cahaya, diwangun ku 100 miliar béntang-béntang. Salah sahiji tina éta 100 miliar béntang téh ngaranna Panonpoé, kagolong béntang anu leutik, nyicingan leungeun Orion nu anggangna 28 rébu taun-cahaya ti puseur galaksi. Panonpoé urang téh tuluy-tumuluy towaf ngurilingan puseur Galaksi Bimasakti dina gagancang 225 km/detik, sakali nguriling lilana 250 juta taun. Béntang-béntang tatangga Panonpoé di leungeun Orion di antarana nyaéta Alpha Céntauri (béntang tatangga pangdeukeutna nu anggangna ngan 4,3 taun-cahaya atawa 43 triliun km!), Barnard (6 taun-cahaya), Sirius (9 taun-cahaya), Altair (16 taun-cahaya), Véga (25 taun-cahaya), Capélla (41 taun-cahaya), Aldébaran (60 taun-cahaya), Bétélguése (500 taun-cahaya), jeung Rigél (815 taun-cahaya).

Panonpoé urang diaméterna 1.393.200 km, massana 2 x 10(30) kg, dikurilingan ku dalapan planét, tilu planét leutik, 166 bulan (ieu data taun 2006, panginten engké nambahan deui), rébuan astéroid, météoroid jeung komét. Planét nu dalapan téh nyaéta Mérkurius atawa Buda (teu boga bulan), Vénus atawa Sukra (ogé taya bulan), Bumi (boga bulan hiji), Mars atawa Anggara (boga bulan dua), Yupiter atawa Respati (planét panggedéna, boga 63 bulan), Saturnus atawa Tumpek (56 bulan), Uranus (27 bulan), jeung Néptunus (13 bulan). Planét leutik aya tilu, nyaéta Cérés, Pluto (boga bulan tilu), jeung Éris (sihoreng boga bulan hiji, nembé kapendak taun 2006). Bumi urang diaméterna 12.756 km, massana 6 x 10(24) kg, anggangna 150 juta km (500 detik-cahaya) tina panonpoé. Bumi urang gé tuluy-tumuluy towaf ngurilingan panonpoé dina gagancang 30 km/detik, sakali nguriling lilana 365,25 poé (sataun).

Sabada urang nalungtik umurna jagat marcapada, naha urang keukeuh kénéh baris ngaengké-engkékeun pikeun ngeusi ieu kahirupan nu sakedét nétra ku fastabiqu l-khairat, “paheula-heula nyieun kahadéan”? Sabada urang paham yén bumi téh sihoréng ngan ukur keusik leutik dina jagat marcapada, kawas lebu sakumaha leutikna amal soléh anu ku urang baris dipikareueus nyanghareupan Gusti tuluy urang téh mani teu isin ménta sawarga-Na? Saha atuh anu teu hayang sujud ka Allah Nu Maha Asih bari nyuhunkeun hampura sangkan bébas tina siksa naraka-Na? “Naha maranéhna naréangan salian ti agama Allah? Padahal ka Anjeunna geus sumerah saniskara anu aya di langit jeung di bumi, boh suka boh kapaksa, jeung ka Anjeunna sakabéhna baris dipulangkeun” (Ali Imran 83).***