Friday, May 18, 2007

Asal-Usul Nama "Sumatera"

ASAL-USUL NAMA “SUMATERA”

oleh
IRFAN ANSHORY




NAMA ASLI pulau Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu. Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa!

Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).

Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.

Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis. Memang orang Eropa seenaknya saja mengubah-ubah nama tempat. Hampir saja negara kita bernama “Hindia Timur” (East Indies), tetapi untunglah ada George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan yang menciptakan istilah Indonesia, sehingga kita-kita ini tidak menjadi orang “Indian”! (Lihat artikel penulis, “Asal-Usul Nama Indonesia”, Harian Pikiran Rakyat, Bandung, tanggal 16 Agustus 2004, yang telah dijadikan salah satu referensi dalam Wikipedia artikel “Indonesia”).

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera.***


Sumber utama:
Nicholaas Johannes Krom, “De Naam Sumatra”, Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, deel 100, 1941.
William Marsden, The History of Sumatra, Oxford University Press, Kuala Lumpur, cetak ulang 1975.

Wednesday, May 16, 2007

Marga Gunung Alip (Lampung)

MARGA GUNUNG ALIP
DAN KELUARGA ATAR BERAK

oleh
Drs. H. Irfan Anshory


SEMASA Lampung termasuk kekuasaan Banten, Kejonjoman Semangka berpusat di Burnai Tanjung Beringin, diperintah seorang jonjom (wakil Sultan Banten), dan terbagi ke dalam empat paksi dan dua belas bandar. Empat paksi (Paksi Pak) itu adalah Paksi Benawang di Negeri Ratu, Paksi Belunguh di Kagungan, Paksi Ngarip di Padang Ratu, dan Paksi Way Nipah di Pematang Sawah. Hal ini sesuai dengan empat paksi nenek-moyang di Sekalaberak: Ratu Tundunan, Ratu Belunguh, Ratu Nyerupa, dan Ratu Bejalan di Way. Adapun dua belas bandar (Bandar Ruwa Belas) terdiri dari Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Badak, Limau, Batu Regak, Buai Nyata, Kelungu, Talagening, Pekon Balak, Sanggi, dan Rajabasa.

Setelah Lampung dikuasai Belanda, kejonjoman Semangka diubah menjadi Onderafdeling Semangka, yang dibagi menjadi delapan marga: Kelumbayan, Pertiwi, Putih, Limau, Benawang, Belunguh, Ngarip, dan Pematang Sawah.

Daerah Cukuh Balak (marga Kelumbayan, Pertiwi, Putih dan Limau) di pantai selatan Lampung sangat sedikit memiliki lahan pertanian karena merupakan daerah pesisir. Hal ini menyebabkan banyak penduduk mencari daerah baru yang jauh dari pantai. Daerah Talangpadang dan Waylima merupakan contoh daerah baru tersebut. Di kedua daerah ini sampai sekarang masih terdengar istilah Selimau, Seputih, Sepertiwi, dsb. untuk mengingatkan mereka pada daerah asal.

Perpindahan besar-besaran penduduk Limau ke daerah Talangpadang dipacu oleh dua hal. Pertama, pembukaan jalan raya pos (postweg) oleh pemerintah Hindia-Belanda pada pertengahan abad ke-19, yang menghubungkan Teluk Betung dan Kota Agung, sangat menarik minat masyarakat untuk mendirikan pekon di tepi jalan raya. Kedua, meletusnya Gunung Krakatau tahun 1883 (labung hambua, “hujan abu”) menyebabkan sebagian penduduk marga Limau ingin mencari daerah pemukiman baru, sebab tanah pertanian mereka rusak oleh abu gunung berapi.

Perpindahan dari Limau dipelopori oleh masyarakat pekon Padang Manis dan pekon Atar Berak. Orang-orang dari Padang Manis mula-mula membuka pekon Way Tebu, kemudian membuka pekon Talangpadang dan Banjarnegeri, sedangkan orang-orang dari Atar Berak mula-mula membuka pekon Penanggungan, kemudian membuka pekon Kedaloman dan Sukabanjar. Sesudah itu datang masyarakat Gunung Haji membuka pekon Bandingagung dan Kejayaan. Lalu menyusul pula masyarakat Pekon Ampai membuka pekon Sukaraja. Semua yang disebutkan di atas berasal dari marga Limau. Kemudian datang masyarakat dari marga Pertiwi membuka pekon Sukabumi, dan masyarakat dari marga Putih membuka pekon Kutadalom. Lalu datang pula orang-orang dari Kotaagung membuka pekon Banjarmanis.

Maka pada hari Kamis tanggal 1 Juni 1933 (7 Safar 1352 H), berdirilah Marga Gunung Alip, dengan dua penyimbang marga: Pangeran Raja Hukum dari Talangpadang dan Dalom Ya Sangun Ratu dari Kedaloman.

Dua belas penyimbang pokok dalam Marga Gunung Alip adalah:
Pangeran Raja Hukum (Talangpadang)
Batin Paksi Negara (Bandingagung)
Raja Purba (Sukabumi)
Radin Gomontor (Kejayaan)
Batin Raja Intan (Sukabanjar-Pariaman)
Batin Sempurna Jaya (Sukabanjar-Tanjungharapan)
Batin Jaya Krama (Sukabanjar-Seriagung)
Dalom Ya Sangun Ratu (Kedaloman)
Batin Pangeran (Sukaraja)
Batin Mangku Negara (Banjarnegeri-Seriagung)
Batin Mengunang (Banjarnegeri-Cahyanegeri)
Raja Pemuka (Banjarnegeri-Tanjungraja)

Sesuai dengan perkembangan zaman, dalam Marga Gunung Alip sekarang terdapat empat kebandaran: Talangpadang, Kedaloman, Bandingagung, Negeriagung. Masing-masing kebandaran membawahi penyimbang-penyimbang pekon atau sebatin-sebatin. Meskipun pada mulanya penyimbang pokok cuma dua belas, sekarang ini terdapat cukup banyak penyimbang, sebab banyak jaru suku yang melakukan promosi (angkat nama) menjadi sebatin-sebatin baru.


Kebandaran Kedaloman (Atar Berak)

Kebandaran Atar Berak dengan penyimbang Pangeran Bandar Marga yang berkedudukan di Rajabasa, Kedaloman, membawahi sebelas kesebatinan:
Tanjungharapan: Batin Kesuma Ningrat
Padangdalom: Batin Raja Utama
Seriagung: Batin Dahulu Ratu
Sukamarga: Batin Jaya Utama
Padarincang: Batin Raja Syah
Mirakbatin: Batin Surya Diningrat
Negeriratu: Batin Mangku Desa
Pariaman: Batin Raja Nursiwan
Banyuasin: Raja Penyimbang
Padangratu: Raja Nirwana
Pelitajaya: Batin Pemuka


Silsilah Pokok Kebandaran Atar Berak

PEJOR ALAM, di pekon Atar-Berak, Limau, yang hidup pada abad ke-17, mempunyai tiga orang putra: Ngabihi (menurunkan keluarga Rajabasa), Ngagebat (keluarga Tanjungharapan), dan Nyawadi (keluarga Pariaman dan Mirakbatin).
NGABIHI berputra Radin Mas Tangga, berputra Radin Suryadilaga, berputra Raja Isunan (Sebatin Atar Berak), berputra Raja Besar Alip, berputra Bandar Alam, berputra Dalom Ya Sangun Ratu (Bandar Kedaloman), berputra Su’ud Pangeran Pokok Adat, berputra Efendi Pangeran Bandar Marga.
NGAGEBAT (JAYAGUDA) berputra Ki Gede Agung (Imam Penata Gama), berputra Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun (Suku Kanan Atar Berak), berputra Haji Muhammad Rais Radin Taji Marga, berputra Haji Sulaiman Radin Simbangan, berputra Muhammad Adnan Radin Besar kemudian bergelar Batin Sempurna Jaya (Sebatin Tanjungharapan), berputra Masyuni Batin Indera Kesuma, berputra Irfan Anshory Batin Kesuma Ningrat.
NYAWADI berputra Tanjar Muda, berputra Penyana, berputra Minak Paduka (Suku Kiri Atar Berak), berputra Muhammad Yasin, berputra Abdul Muin, berputra Minak Sengaji kemudian bergelar Batin Raja Intan (Sebatin Pariaman), berputra Yasin Batin Raja Nursiwan, berputra Syamsul Arifin Batin Putera Jaya.
Catatan: Enam generasi terdahulu masih berdiam di daerah Limau (Cukuh Balak). Tiga generasi terakhir sudah mendiami daerah Gunung Alip sekarang.


Silsilah Keluarga Tanjung Harapan

Penyimbang di turunan
Tutukan anjak saka
Radu papira jaman
Raja mak kilu bangsa


Ngagebat, putra kedua Pejor Alam (adiknya Ngabihi), ketika pemuda merantau ke Banten, siba (menghadap sultan) dan kajenong (meminta gelar) sambil memperdalam ilmu. Ngagebat mengarang adi-adi ketika pergi: keris ruwa nyak kodo, ki haga siba banton, hilang nyawa nyak kodo, ampai dipangka temon.

Pada masa itu Sultan Banten Abdul Fatah sedang berperang melawan Belanda. Ngagebat pun ikut berjuang. Menurut cerita, Ngagebat pulang dari medan perang, menghadap Sultan di istana sambil membawa telinga sekeranjang (cuping sanga kecandang), pertanda dia berhasil membunuh tentara Belanda sebanyak telinga yang dibawanya. (Induh temon api mawat, ana gelarni cerita!). Sultan Banten merasa kagum akan kehebatan meranai Lampung ini dan memberinya gelar Jayaguda, sering disingkat Jaguda.

Setelah cukup memperdalam ilmu, baik ilmu pendekar maupun ilmu agama, Ngagebat (Jaguda) kembali ke Atar Berak. Setelah Jaguda wafat, kuburannya dikeramatkan orang dan disebut "Keramat Atar Berak". Di kompleks makam itu, di pekon tuha Atar Berak, Limau, sampai sekarang masih ada ‘kursi batu’ peninggalan Jaguda.

Ngagebat (Jaguda) terlalu lama membujang dan baru menikah sewaktu usianya lanjut. Dengan istrinya Gusti Puyang, Ngagebat cuma berputra satu, yang diberi nama berbau Banten, yaitu Ki Gede Agung. Namun anak yang seorang ini benar-benar mewarisi ilmu ayahnya dalam hal agama, sehingga di masa tuanya dia memperoleh gelar Imam Penata Gama.

Imam Penata Gama (Ki Gede Agung) beristrikan Galuh Ratu, dan dikurniai Allah tujuh putra laki-laki. Yang seorang meninggal di masa remaja, sehingga hanya enam orang yang mengembangkan keturunan, yaitu:
(1) Gimbar Batin, berputra Radin Pusirah Derajatun—Muhammad Rais—Sulaiman—Muhammad Adnan—Masyuni dan Masrohan—Irfan Anshory.
(2) Niti Bangsa, berputra Gagul Jaya—Mas Pecalang—Abdur Rani—Sarbini—Iryatun—Wawan.
(3) Jalang Kecacah, berputra Jimpang Batin—Muhibat dan Masibah—Abdulhamid—Sawiah—Fathullah.
(4) Anggu Mas, berputra Ayuminah—Saibah—Marsudin—Syamsu—Indra.
(5) Ranggau Jaya, berputra Rayi Siyah—Ramik Mas—Cinta Batin—Ja’far—Idris.
(6) Mirak Sekudi, berputra Jamil—Jamari—Muhammad Amin—Absani.

Yang disebutkan di sini hanyalah keturunan lurus ke bawah. Masing-masing nama di atas tentu mempunyai banyak saudara kandung (kakak dan adik) yang juga beranak-cucu, sehingga mencakup seluruh keluarga besar Tanjungharapan sekarang.


TUJUH JENJANG ADOK (GELAR)
LAMPUNG PEMINGGIR


PANDIA PAKUSARA

(1) Batin - Batin
Raja – Radin
(2) Radin – Minak
(3) Minak – Enton
(4) Kimas (Tihang, Lidah) – Adi (Mas)
(5) Mas (Bangsa, Jaga) – Sinang (Cahya)


PUNGGAWA

(6) Layang - Anggin
Muda - Anggin
Pemuka - Anggin
Purba - Anggin
Niti - Anggin
Rayat - Anggin
Jimpang - Anggin
Kuta - Anggin
Pagar - Anggin
Kunci - Anggin

(7) Bunga - Rayi
Morep - Rayi
Jimat - Rayi
Baris - Rayi
Ramik - Rayi
Tanjar - Rayi
Munggah - Rayi
Ulas - Rayi
Bebas - Rayi
Linggang - Rayi



SENGGAYA ADOK RAGAH

Adat, Adipati, Agung, Alam, Alip, Andalan, Bahasa, Bakti, Bangsa, Bangsawan, Batin, Bebas, Bendara, Berlian, Besar, Bintara, Buai, Buana, Budiman, Bujangga, Bumi, Cahya, Dalom, Darma, Darmala, Demang, Dermawan, Desa, Dilaga, Diwa, Gama, Gomontor, Gumuruh, Haluan, Hirang, Hukum, Hulubalang, Imba, Indera, Intan, Isunan, Jaga, Jagat, Jaksa, Jaya, Jiwa, Junjungan, Kalipah, Kanggu, Kapitan, Kecacah, Kelana, Kemala, Kesuma, Kerama, Kunci, Laksamana, Liyu, Mandala, Malila, Mangku, Mangkuta, Marga, Mas, Menanti, Mengunang, Mincar, Muda, Mulia, Murip, Negara, Negeri, Ngasisa, Ningrat, Nirwana, Niti, Nurjati, Nursiwan, Nyinang, Padoman, Paduka, Panglima, Panji, Paksi, Paku, Pastiti, Patih, Pecalang, Pejor, Pelita, Pemuka, Penata, Pendita, Pengiman, Pengiran, Penyimbang, Perbasa, Perdana, Perwira, Punggawa, Purba, Purnama, Pusaka, Pusiban, Pusirah, Putera, Raja, Rajasa, Ratu, Rusia, Sabungan, Saka, Sakti, Sangkiman, Sangun, Santeri, Sari, Sarih, Sebuai, Sehari, Sejati, Sekudi, Selaka, Selinggang, Semberani, Sempurna, Senanti, Senapati, Sengaji, Seniti, Senimbang, Sentika, Sepulah, Seruni, Setia, Setiawan, Simbangan, Singa, Suara, Suhunan, Suku, Suntan, Surya, Syah, Taji, Tanda, Tangga, Tinggi, Tumenggung, Ulangan, Unjunan, Utama, Wijaya, Wira, Ya, Yuda.


SENGGAYA ADOK BEBAI

Akuan, Angguan, Anggin, Ayu, Bahagia, Basiyah, Berlian, Buai, Buana, Cahya, Cempaka, Cendana, Dalom, Delima, Dengian, Dian, Enton, Galuh, Hariya, Indah, Jamanton, Jamidah, Jamilah, Jaminah, Jasimah, Jasiyah, Jumami, Juwita, Kamilah, Kasijah, Kasimah, Kasiyah, Kekunang, Kencana, Kesuma, Kumbang, Lamidah, Laminah, Lamisah, Lamiya, Linggam, Liyah, Luwih, Malati, Malila, Maliyah, Mantiara, Marga, Mas, Masibah, Masidah, Masijah, Masinah, Masiyah, Midah, Minah, Misah, Mustika, Nerang, Nirmala, Nurcahya, Permata, Rayi, Riya, Sakinah, Samidah, Samijah, Saminah, Samiyah, Saniyah, Salijah, Saliyah, Satibah, Satijah, Satiyah, Selaka, Sari, Siar, Sibah, Sidah, Sijah, Simah, Sinah, Sinang, Sirian, Siti, Siyah, Sugihan, Tindayan, Ulihan.***

Thursday, May 3, 2007

Serba-Serbi Muhammadiyah

SERBA-SERBI MUHAMMADIYAH

Dikumpulkan oleh
DRS. H. IRFAN ANSHORY


HARI LAHIR MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan (khatib mesjid Kesultanan Yogyakarta dengan gelar “Ketib Amin”) pada Hari Tarwiyah, Senin Legi, tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah atau tanggal 8 Besar/Rayagung Tahun Jimakir 1842, yang bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah.


LAMBANG MUHAMMADIYAH

Matahari yang di tengahnya tertulis “Muhammadiyah” dilingkari Kalimah Syahadat. Artinya, Muhammadiyah bagaikan Matahari Terbit sebagai sumber energi yang menyinari alam, dengan berdasarkan Tauhid.
Pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, terinspirasi oleh gambar matahari yang terukir di pintu Ka`bah.


TUJUAN MUHAMMADIYAH

Persyarikatan Muhammadiyah merupakan realisasi firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 104: “Hendaklah ada dari kalanganmu suatu kelompok” (waltakun minkum ummah) yang berfungsi ganda, yaitu “mengajak kepada kebaikan” (yad`uuna ila l-khair) sebagai fungsi eksternal, serta “memerintahkan yang ma`ruf dan mencegah yang mungkar” (ya’muruuna bi l-ma`ruuf wa yanhauna `ani l-munkar) sebagai fungsi internal.
Itulah sebabnya K.H. Ahmad Dahlan merumuskan dua butir tujuan Muhammadiyah:
(1) memadjoekan dan menggembirakan peladjaran dan pengadjaran agama Islam;
(2) memadjoekan dan menggembirakan hidoep sepandjang kemaoean agama Islam dalam kalangan sekoetoe-sekoetoenja.
Sesudah masa kemerdekaan, tujuan Muhammadiyah diformulasikan menjadi “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.


PEDOMAN BERMUHAMMADIYAH

· Penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
· Kepribadian Muhammadiyah (keputusan Muktamar ke-35 tahun 1962)
· Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (keputusan Tanwir Ponorogo tahun 1969)
· Khittah Perjuangan Muhammadiyah (keputusan Muktamar ke-40 tahun 1978)
· Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (keputusan Muktamar ke-44 tahun 2000)
Kalau belum memahami pedoman-pedoman di atas, meminjam istilah Pak A.R., “janganlah cepat-cepat mengaku sebagai orang Muhammadiyah”.


MUKTAMAR/CONGRES MUHAMMADIYAH

Algemeene Vergadering ke-1 di Yogyakarta 1912
Algemeene Vergadering ke-2 di Yogyakarta 1913
Algemeene Vergadering ke-3 di Yogyakarta 1914
Algemeene Vergadering ke-4 di Yogyakarta 1915
Algemeene Vergadering ke-5 di Yogyakarta 1916
Algemeene Vergadering ke-6 di Yogyakarta 1917
Algemeene Vergadering ke-7 di Yogyakarta 1918
Algemeene Vergadering ke-8 di Yogyakarta 1919
Algemeene Vergadering ke-9 di Yogyakarta 1920
Algemeene Vergadering ke-10 di Yogyakarta 1921
Jaarvergadering ke-11 di Yogyakarta 1922
Perkoempoelan Tahoenan ke-12 di Yogyakarta 1923
Rapat Besar Tahoenan ke-13 di Yogyakarta 1924
Rapat Besar Tahoenan ke-14 di Yogyakarta 1925
Congres ke-15 di Surabaya 1926
Congres ke-16 di Pekalongan 1927
Congres ke-17 di Yogyakarta 1928
Congres ke-18 di Surakarta 1929
Congres ke-19 di Bukit Tinggi 1930
Congres ke-20 di Yogyakarta 1931
Congres ke-21 di Makassar 1932
Congres ke-22 di Semarang 1933
Congres ke-23 di Yogyakarta 1934
Congres ke-24 di Banjarmasin 1935
Congres ke-25 (Seperempat Abad) di Jakarta 1936
Congres ke-26 di Yogyakarta 1937
Congres ke-27 di Malang 1938
Congres ke-28 di Medan 1939
Congres ke-29 di Yogyakarta 1940
Congres ke-30 di Purwokerto 1941 (urung karena pecahnya Perang Pasifik, diganti oleh Pertemuan Cabang se-Jawa 1944)

Muktamar ke-31 di Yogyakarta 1950
Muktamar ke-32 di Purwokerto 1953
Muktamar ke-33 di Palembang 1956
Muktamar ke-34 di Yogyakarta 1959
Muktamar ke-35 (Setengah Abad) di Jakarta 1962
Muktamar ke-36 di Bandung 1965
Muktamar ke-37 di Yogyakarta 1968
Muktamar ke-38 di Ujung Pandang (Makassar) 1971
Muktamar ke-39 di Padang 1974
Muktamar ke-40 di Surabaya 1978
Muktamar ke-41 di Surakarta 1985
Muktamar ke-42 di Yogyakarta 1990
Muktamar ke-43 di Banda Aceh 1995
Muktamar ke-44 di Jakarta 2000
Muktamar ke-45 di Malang 2005
Muktamar ke-46 Insya Allah di Yogyakarta 2010


PUCUK PIMPINAN MUHAMMADIYAH

K.H. Ahmad Dahlan (1912–1923),
K.H. Ibrahim (1923-1932),
K.H. Hisyam (1932–1936),
K.H. Mas Mansur (1936–1942),
Ki Bagus Hadikusumo (1942–1953),
Ahmad Rasyid Sutan Mansur (1953–1959),
K.H. Muhammad Yunus Anis (1959–1962),
K.H. Ahmad Badawi (1962–1968),
K.H. Faqih Usman (1968, sebentar karena wafat),
K.H. Abdur Razzaq Fakhruddin atau Pak A.R. (1968–1990),
K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A. (1990–1994),
Prof. Dr. H. Muhammad Amien Rais (1994–1998),
Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif (1998–2005), dan
Prof. Dr. H. Sirajuddin (“Din”) Syamsuddin (2005-sekarang).


ASET MUHAMMADIYAH (2005)

Pada tahun 2005, dengan jaringan struktural 32 wilayah propinsi, 347 daerah kabupaten/kota, dan 2750 cabang, Muhammadiyah merupakan organisasi yang terbesar amal usahanya di Indonesia (bahkan mungkin di dunia?), dengan memiliki:
1128 sekolah dasar (SD),
1768 madrasah ibtidaiyah (MI),
1180 sekolah menegah pertama (SMP),
534 madrasah tsanawiyah (MTs),
509 sekolah menengah atas (SMU),
249 sekolah menengah kejuruan (SMK),
171 madrasah aliyah (MA),
55 pondok pesantren,
32 universitas,
52 sekolah tinggi,
45 akademi,
3 pendidikan politeknik,
312 rumah sakit dan poliklinik,
240 panti asuhan,
19 bank perkreditan rakyat (BPR),
190 baitut-tamwil (BMT),
808 koperasi, dan
4 Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM).

Kata Kerja (Fi`il) Bahasa Arab

KATA KERJA (FI`IL) BAHASA ARAB

Dikumpulkan oleh
DRS. H. IRFAN ANSHORY


Kita cantumkan terlebih dahulu DHAMIIR (kata ganti orang), pola FI`IL MAADHII (kata kerja past tense), dan pola FI`IL MUDHAARI`(kata kerja present tense). Khusus untuk kata ganti orang “kedua”, dicantumkan juga pola FI`IL AMAR (kata kerja imperatif) dan FI`IL NAHY (negasi).

huwa fa`ala yaf`alu
humaa fa`alaa yaf`alaani
hum fa`aluu yaf`aluuna

hiya fa`alat taf`alu
humaa fa`alataa taf`alaani
hunna fa`alna yaf`alna

anta fa`alta taf`alu if`al laa taf`al
antumaa fa`altumaa taf`alaani if`alaa laa taf`alaa
antum fa`altum taf`aluuna if`aluu laa taf`aluu

anti fa`alti taf`aliina if`alii laa taf`alii
antumaa fa`altumaa taf`alaani if`alaa laa taf`alaa
antunna fa`altunna taf`alna if`alna laa taf`alna

ana fa`altu af`alu
nahnu fa`alnaa naf`alu


TSULAATSII MUJARRAD:
fa`ala yaf`ulu uf`ul
fa`ala yaf`ilu if`il
fa`ala yaf`alu if`al
fa`ila yaf`alu if`al

TSULAATSII MAAZIIDA FIIH:
af`ala yuf`ilu af`il
fa``ala yufa``ilu fa``il
faa`ala yufaa`ilu faa`il
tafa``ala yatafa``alu tafa``al
tafaa`ala yatafaa`alu tafaa`al
ifta`ala yafta`ilu ifta`il
istaf`ala yastaf`ilu istaf`il

Pola tsulaatsii mujarrad dan tsulaatsii maaziida fiih dibatasi pada yang banyak dijumpai saja. Demikian pula contoh-contoh fi`il pada uraian selanjutnya. Sudah tentu daftar kata kerja yang tercantum masih jauh dari lengkap, sebab bahasa Arab sangatlah kaya dan terus berkembang menyerap kata-kata kerja komtemporer.


fa`ala yaf`ulu uf`ul

taraka yatruku utruk meninggalkan
kharaja yakhruju ukhruj keluar
khalaqa yakhluqu ukhluq mencipta
dakhala yadkhulu udkhul masuk
darasa yadrusu udrus mempelajari
dzakara yadzkuru udzkur mengingat, menyebut
rajafa yarjufu urjuf bergetar
razaqa yarzuqu urzuq memberi rezeki
sajada yasjudu usjud bersujud
sakata yaskutu uskut diam, tidak berbicara
sakana yaskunu uskun berdiam, tinggal
sya`ara yasy`uru usy`ur menyadari, merasa
syakara yasykuru usykur bersyukur, berterima kasih
shadara yashduru ushdur tampil ke depan
shadaqa yashduqu ushduq berkata benar
thalaba yathlubu uthlub mencari, menuntut
`abada ya`budu u`bud menyembah, mengabdi
gharaba yaghrubu ughrub tenggelam, hilang
qatala yaqtulu uqtul membunuh, berperang
kataba yaktubu uktub menulis
katama yaktumu uktum menyembunyikan
kafara yakfuru ukfur kafir, ingkar
nasyara yansyuru unsyur menyebar
nazhara yanzhuru unzhur menalari, memperhatikan


fa`ala yaf`ilu if`il

jalasa yajlisu ijlis duduk
hasada yahsidu ihsid dengki
hadhara yahdhiru ihdhir menghadiri
hamala yahmilu ihmil menanggung, memikul
khatama yakhtimu ikhtim menyegel, merampungkan
raja`a yarji`u irji` kembali
saraqa yasriqu isriq mencuri
dharaba yadhribu idhrib memukul
`arafa ya`rifu i`rif mengetahui
ghasala yaghsilu ighsil mencuci
ghalaba yaghlibu ighlib mengungguli
kadzaba yakdzibu ikdzib berdusta
kasaba yaksibu iksib memanen, memetik hasil
kasara yaksiru iksir memecahkan
lamasa yalmisu ilmis menyentuh
malaka yamliku imlik memiliki
nazala yanzilu inzil turun


fa`ala yaf`alu if`al

ba`atsa yab`atsu ib`ats membangkitkan
ja`ala yaj`alu ij`al menjadikan
jama`a yajma`u ijma` mengumpulkan
dafa`a yadfa`u idfa` membayar, mendorong
rafa`a yarfa`u irfa` mengangkat, meninggikan
dzahaba yadzhabu idzhab pergi
zara`a yazra`u izra` menanam, menyemai
sabaha yasbahu isbah berenang, beredar
syaraha yasyrahu isyrah meluaskan, melapangkan
shana`a yashna`u ishna` melakukan
thala`a yathla`u ithla` terbit
zhahara yazhharu izhhar muncul
`amaha ya`mahu i`mah terombang-ambing
fataha yaftahu iftah membuka
faraha yafrahu ifrah bergembira
fa`ala yaf`alu if`al mengerjakan
qara’a yaqra’u iqra’ membaca
qatha`a yaqtha`u iqtha` memotong
masaha yamsahu imsah mengusap, menyapu
mana`a yamna`u imna` melarang, mencegah
nataha yantahu intah menghentikan
nahara yanharu inhar menyembelih qurban
nasakha yansakhu insakh menyalin, mengkopi
nashaha yanshahu inshah menasehati
nahara yanharu inhar membentak
nahadha yanhadhu inhadh bangun
(Huruf kedua atau ketiga berupa alif, ha, kha,`ain, ghin, atau ha)

fa`ila yaf`alu if`al

tabi`a yatba`u itba` mengikuti
hazina yahzanu ihzan bersedih
hasiba yahsabu ihsab mengira
hafizha yahfazhu ihfazh memelihara
khasira yakhsaru ikhsar merugi
rabiha yarbahu irhab beruntung
raghiba yarghabu irghab menyukai, mengingini
raki`a yarqa`u irqa` membungkuk, ruku`
sami`a yasma`u isma` mendengar
syariba yasyrabu isyrab minum
syahida yasyhadu isyhad bersaksi
dhahika yadhhaku idhhak tertawa
`alima ya`lamu i`lam mengetahui
fahima yafhamu ifham memahami
kariha yakrahu ikrah membenci
labisa yalbasu ilbas memakai
la`iba yal`abu il`ab bermain


FI`IL BERTASYDID

hajja yahujju hujja berhaji
hadhdha yahudhdhu hudhdha mendorong
radda yaruddu rudda memindahkan
sarra yasurru surra membuat senang
dharra yadhurru dhurra menyakiti, melukai
zhanna yazhunnu zhunna berprasangka
`adda ya`uddu `udda menghitung-hitung
qashsha yaqushshu qushsha mengisahkan, menceritakan
madda yamuddu mudda membiarkan
marra yamurru murra melewati


FI`IL BERHURUF `ILLAAT ( ALIF, WAW, YA)

akhadza ya’khudzu khudz mengambil
akala ya’kulu kul makan
amara ya’muru mur memerintahkan
sa’ala yas’alu sal bertanya

khaafa yakhaafu khaf takut
syaa’a yasyaa’u sya’ menghendaki
naala yanaalu nal mendapat, memperoleh
naama yanaamu nam tidur

taaba yatuubu tub bertobat
dzaaqa yadzuuqu dzuq merasakan
shaama yashuumu shum berpuasa
thaafa yathuufu thuf berkeliling
`aada ya`uudu `ud kembali
`aadza ya`uudzu `udz berlindung
qaala yaquulu qul berkata
qaama yaquumu qum berdiri
kaana yakuunu kun berada, menjadi
maata yamuutu mut mati
(Huruf alif di tengah sebetulnya waw, sehingga bunyi u muncul pada mudhaari`)

baa`a yabii`u bi` menjual
jaa’a yajii’u ji’ datang, tiba
zaada yaziidu zid menambahi
thaara yathiiru thir terbang
`aasya ya`iisyu `isy hidup, berprofesi
ghaaba yaghiibu ghib absen, menghilang
(Huruf alif di tengah sebetulnya ya, sehingga bunyi i muncul pada mudhaari`)

badaa yabduu ubdu muncul, mulai
talaa yatluu utlu membacakan
da`aa yad`uu ud`u memanggil, menyeru
rajaa yarjuu urju mengharap
rasaa yarsuu ursu menambat, meneguhkan
masyaa yamsyuu umsyu melangkah
(Huruf alif di ujung sebetulnya waw)

ataa(y) ya’tii i’ti datang, hadir
bakaa(y) yabkii ibki menangis
banaa(y) yabnii ibni membangun
jaraa(y) yajrii ijri mengalir
ramaa(y) yarmii irmi melempar
sajaa(y) yasjii isji menyepi
qalaa(y) yaqlii iqli benci, pundung
hadaa(y) yahdii ihdi menunjuki, memberi hidayah
(Huruf alif di ujung sebetulnya ya)

baqiya yabqaa(y) ibqa kekal, tinggal
khasyiya yakhsyaa(y) ikhsya takut
khafiya yakhfaa(y) ikhfa tersembunyi
radhiya yardhaa(y) irdha senang, rido, rela
shaliya yashlaa(y) ishla memasuki
thaghiya yathghaa(y) ithgha melampaui batas
laqiya yalqaa (y) ilqa bertemu
nasiya yansaa(y) insa lupa
nahiya yanhaa(y) inha melarang

wafaa(y) yafii fi memenuhi
waqaa(y) yaqii qi memelihara, menjaga

wajada yajidu jid menemukan
wazana yazinu zin menimbang
washala yashilu shil mencapai tempat, sampai
wadha`a yadhi`u dhi` meletakkan, menempatkan
wa`ada ya`idu `id menjanjikan
waqaba yaqibu qib menyelubungi
waqa`a yaqi`u qi` jatuh tempo, sampai waktu
waqafa yaqifu qif berhenti, parkir
walada yalidu lid melahirkan, beranak



af`ala yuf`ilu af`il

aamana yu’minu amin beriman
abshara yubshiru abshir melihat
ahabba yuhibbu ahbib mencintai
ahdhara yuhdhiru ahdhir menghadirkan
akhbara yukhbiru akhbir mengabari, menginformasikan
akhraja yukhriju akhrij mengeluarkan
adkhala yudkhilu adkhil memasukkan
arsala yursilu arsil mengutus
arsyada yursyidu arsyid menuntun, membimbing
aslama yuslimu aslim tunduk pasrah, islam
ath`ama yuth`imu ath`im memberi makan
azhlama yuzhlimu azhlim menggelapi, menzalimi
a`lama yu`limu a`lim memberitahukan
a`lana yu`linu a`lin mengumumkan
afragha yufrighu afrigh mengosongkan
afsada yufsidu afsid merusak, mencemari
akrama yukrimu akrim memuliakan
andzara yundziru andzir memperingatkan, mengancam
anzala yunzilu anzil menurunkan
an`ama yun`imu an`im memberi nikmat
anfaqa yunfiqu anfiq menafkahkan, menginfaqkan
ankara yunkiru ankir membantah

ajaaba yujiibu ajib menjawab/merespons
adaara yudiiru adir mengelola
araada yuriidu arid menginginkan
azaala yuziilu azil menghilangkan, memindahkan
adhaa’a yudhii’u adhi’ menerangi, menyinari
athaa`a yuthii`u athi` mentaati
aqaama yuqiimu aqim menegakkan, mendirikan
ahaana yuhiinu ahin menghinakan, mengejek

adraa(y) yudrii adri memberitahukan
ahshaa(y) yuhshii ahshi mengarsipkan, mencatat
a`thaa(y) yu`thii a`thi menganugerahkan
aghnaa(y) yughnii aghni berguna, memperkaya
awshaa(y) yuushii awshi merekomendasikan
awhaa(y) yuuhii awhi mewahyukan, membisikkan
aawaa(y) yu’wii a’wi memberi perlindungan


fa``ala yufa``ilu fa``il

akhkhara yu’akhkhiru akhkhir menunda, mengundurkan
jaddada yujaddidu jaddid memperbaharui
haddatsa yuhadditsu haddits menceritakan
hassana yuhassinu hassin memperindah
dzakkara yudzakkiru dzakkir memberi peringatan
sabbaha yusabbihu sabbih mensucikan
sallama yusallimu sallim memberikan salam
syarrafa yusyarrifu syarrif memuliakan, menghormati
`addada yu`addidu `addid menghitung-hitung
`arrafa yu`arrifu `arrif memperkenalkan
`allama yu`allimu `allim mengajarkan
ghayyara yughayyiru ghayyir mengubah
fassara yufassiru fassir menafsirkan
fashshalu yufashshilu fashshil menjelaskan
fakkara yufakkiru fakkir memikirkan
qaddara yuqaddiru qaddir menentukan kadar
qassama yuqassimu qassim membagi
nazhzhafa yunazhzhifu nazhzhif membersihkan
wahhada yuwahhidu wahhid menyatukan
hanna’a yuhanni’u hanni’ mengucapkan selamat

sallaa(y) yusallii salli menghibur
sammaa(y) yusammii sammi menamai
shallaa(y) yushallii shalli sembahyang, bershalawat
ghanna(y) yughannii ghanni menyanyi


faa`ala yufaa`ilu faa`il

haawara yuhaawiru haawir berdiskusi
khaada`a yukhaadi`u khaadi` mencurangi
raafaqa yuraafiqu raafiq menemani
saa`ada yusaa`idu saa`id membantu
saafara yusaafiru saafir melakukan perjalanan
saamaha yusaamihu saamih membiarkan, bertoleransi
saawama yusaawimu saawim menawar, bargain
syaaraka yusyaariku syaarik ikut serta, ambil bagian
syaawara yusyaawiru syaawir berunding, musyawarah
`aamala yu`aamilu `aamil memperlakukan, merawat
qaabala yuqaabilu qaabil mewawancarai
waajaha yuwaajihu waajih menghadapi
haajara yuhaajiru haajir berhijrah
haajama yuhaajimu haajim menyerbu


tafa``ala yatafa``alu tafa``al

tahaddatsa yatahaddatsu tahaddats berbicara, bercerita
tadzakkara yatadzakkaru tadzakkar mengingat terus
tazawwaja yatazawwaju tazawwaj menikah
ta`allama yata`allamu ta`allam mempelajari
tafarraqa yatafarraqu tafarraq berpecah belah
tafakkara yatafakkaru tafakkar memikirkan terus
takallama yatakallamu takallam bercakap-cakap, berdiskusi
tamatta`a yatamatta`u tamatta` bersenang-senang
tanazzala yatanazzalu tanazzal turun beramai-ramai
tawaqqafa yatawaqqafu tawaqqaf bergantung, terikat


tafaa`ala yatafaa`alu tafaa`al

tasaa’ala yatasaa’alu tasaa’al saling bertanya
tasyaajara yatasyaajaru tasyaajar saling bertikai


ifta`ala yafta`ilu ifta`il

ibtada’a yabtadi’u ibtadi’ memulai
ittafaqa yattafiqu ittafiq setuju
ijtahada yajtahidu ijtahid berijtihad, endeavour
ihtarama yahtarimu ihtarim menghormati, respect
ikhtalafa yakhtalifu ikhtalif berbeda, berselisih
i`tarafa ya`tarifu i`tarif mengakui
i`taqada ya`taqidu i`taqid berakidah, beriktikad
iqtaraba yaqtaribu iqtarib mendekat
imtahana yamtahinu imtahin menguji, mengetes
intazhara yantazhiru intazhir menunggu
ittaqaa(y) yattaqii ittaq bertakwa
isytaraa(y) yasytarii isytar membeli


istaf`ala yastaf`ilu istaf`il

istahsana yastahsinu istahsin menganggap baik
istaslama yastaslimu istaslim menyerah kalah
ista`lama yasta`limu ista`lim menyelidiki, meneliti
ista`mala yasta`milu ista`mil menggunakan
istaghfara yastaghfiru istaghfir memohon ampunan
istamarra yastamirru istamir meneruskan
istahza’a yastahzi’u istahzi’ memperolokkan
istaraaha yastariihu istarih beristirahat
ista`aara yasta`iiru ista`ir meminjam
ista`aana yasta`iinu ista`in memohon pertolongan
istaqaama yastaqiimu istaqim berjalan lurus
istalaama yastaliimu istalim menerima, menyambut
istaghnaa(y) yastaghnii istaghni sombong, merasa kaya



FI`IL MAJHUUL (KATA KERJA PASIF)

Untuk maadhii: huruf pertama berbunyi u; huruf sebelum terakhir berbunyi i.
Untuk mudhaari`: huruf pertama berbunyi u; huruf sebelum terakhir berbunyi a.

kataba, yaktubu = menulis
kutiba, yuktabu = dituliskan


kutiba yuktabu
kutibaa yuktabaani
kutibuu yuktabuuna

kutibat tuktabu
kutibataa tuktabaani
kutibna yuktabna

kutibta tuktabu
kutibtumaa tuktabaani
kutibtum tuktabuuna

kutibti tuktabiina
kutibtumaa tuktabaani
kutibtunna tuktabna

kutibtu uktabu
kutibnaa nuktabu


Untuk yang berhuruf `illaat (alif, waw, ya):

qaala yaquulu menjadi qiila yuqaalu = dikatakan
baa`a yabii`u menjadi bii`a yubaa`u = dijual/terjual
naala yanaalu menjadi niila yunaalu = tercapai
da`aa yad`uu menjadi du`iya yud`aa(y) = dipanggil
wajada yajidu menjadi wujida yujadu = ditemukan