Saturday, July 4, 2009

Adityawarman dan Pagaruyung

ADITYAWARMAN DAN PAGARUYUNG

oleh
Irfan Anshory



Dalam membicarakan sejarah kuna Minangkabau, kita pasti berjumpa dengan tokoh Adityawarman, seorang bangsawan Melayu yang dibesarkan di istana Majapahit dan pernah memegang jabatan tinggi dalam kerajaan Hindu-Jawa itu.

Hubungan Jawa dan Sumatera telah terjalin sebelum Majapahit berdiri. Menurut kitab Pararaton, raja Kertanagara dari Singhasari pada tahun 1275 (1197 Saka) melakukan ekspedisi pamalayu, yaitu mengirimkan balatentara ke kerajaan Malayu yang berpusat di Dharmasraya, Jambi, untuk mengantisipasi kemungkinan ekspansi Mongol ke Nusantara. Kemudian pada tahun 1286, Kertanagara mengirimkan hadiah arca Amoghapasa kepada raja Malayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa, sebagai lambang persahabatan kedua kerajaan.

Ketika kerajaan Majapahit pada tahun 1294 didirikan oleh Kertarajasa Jayawardhana (Raden Wijaya), menantu Kertanagara, pulanglah tentara Singhasari dari Malayu membawa dua putri kakak-adik, Dara Petak dan Dara Jingga, putri raja Malayu. Dara Petak diambil sebagai istri oleh Kertarajasa, sedangkan Dara Jingga dinikahkan dengan Adwayabrahma yang merupakan putra dari Wiswarupakumara, adik Kertanagara.

Dari Dara Petak, Kertarajasa berputra Jayanagara, sedangkan dari Gayatri putri Kertanagara, Kertarajasa berputri Tribhuwana Wijayottunggadewi. Adapun Adwayabrahma dan Dara Jingga berputra Adityawarman.

Semasa pemerintahan raja Jayanagara (1309-1328) dan ratu Tribhuwana (1328-1350), Adityawarman diberi jabatan Mantri Praudhara (semacam menko polkam). Dua kali dia menjadi utusan Majapahit ke negeri Cina, 1325 dan 1332. Kemudian tahun 1338 Adityawarman bersama-sama Mahamantri Gajah Mada memimpin laskar Majapahit menaklukkan Bali.

Pada tahun 1343 Adityawarman meninggalkan Majapahit pergi ke Sumatera, kembali ke daerah asal ibunya. Dia bermaksud mendirikan kerajaan baru di Minangkabau. Pada masa itu di Ranah Minang telah ada nagari-nagari serta dua tokoh terkemuka: Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang.

Rencana Adityawarman mendirikan negara disetujui kedua datuk itu yang memang berniat mempersatukan nagari-nagari. Hanya saja datuk yang berdua itu berbeda pendapat mengenai bentuk negara. Datuk Ketumanggungan menyetujui Adityawarman yang ingin negara kerajaan (dikepalai seorang raja), sedangkan Datuk Perpatih Nan Sabatang menginginkan negara federasi yang dikelola badan perwakilan penghulu-penghulu nagari. Polarisasi pendapat ini diabadikan dalam ungkapan yang populer di kalangan masyarakat Minangkabau sampai sekarang:

anggang datang dari lauik
ditembak datuk nan baduo
badia sadatuih duo dantamnyo


Maka Adityawarman dan Datuk Ketumanggungan saja yang mendirikan kerajaan pada tahun 1350. Kerajaan tersebut diberi nama Pagaruyung (paga = pagar; ruyung = kekuasaan). Pada prasasti Bukit Gombak bertarikh 1278 Saka (1356 Masehi)tercantum gelar lengkap Maharaja Adityawarman Parakramarajendra Mauliwarmadewa. Sebagai raja yang berdaulat, Adityawarman mengirimkan utusan ke negeri Cina pada tahun 1375. Raja Pagaruyung yang pertama ini wafat tahun 1376.

Nagari-nagari di Minangkabau terbagi menjadi dua daerah hukum. Pertama, daerah Luhak yang mengikuti paham Datuk Perpatih Nan Sabatang. Semua nagari dalam lingkungan luhak diperintah oleh masing-masing penghulu. Luhak-luhak ini tersusun dalam tiga kelompok: Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, dan Luhak Limapuluh Kota. Kedua, daerah Rantau yang mengikuti paham Datuk Ketumanggungan. Semua nagari dalam lingkungan rantau takluk ke bawah kedaulatan raja Pagaruyung.

luhak bapanghulu
rantau barajo
tagak samo indak tasundak
malenggang samo indak tapepeh
rajo bajalan badaulat
panghulu tagak baandiko


Setelah agama Islam masuk ke Minangkabau pada abad ke-15, dengan semangat ajaran Al-Qur'an "sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara" (innama l-mu'minuna ikhwah), pihak Luhak dan pihak Rantau mengadakan pendekatan satu sama lain, dan akhirnya dibentuklah "Rajo Tigo Selo, Basa Ampek Balai" sebagai lambang perpaduan antara Agama Islam dan Adat Minangkabau. Persenyawaan adat dan agama ini diperkokoh dengan rumusan Piagam Bukit Marapalam: syara' mangato, adat mamakai; adat babuhua sintak, syara' babuhua mati; adat basandi syara', syara' basandi kitabullah.

panggirik pisau sirauik
patungkek batang lintabung
salodang ambiak ka nyiru
satitik jadikan lauik
sakapa jadikan gunung
alam takambang jadi guru
.***

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home